Griya Style
Pertahankan Bale Dangin Peninggalan Leluhur
I Ketut Marya Wungsu: Posisinya pun sudah ada pakemnya, selalu dekat dengan sanggah (tempat suci keluarga).
Penulis: Ni Ketut Sudiani | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN-BALI.COM - Bale dangin menjadi bagian penting rumah tradisional Bali, apalagi bangunannya terbilang masih kuno, belum diberikan sentuhan tambahan modernitas.
I Ketut Marya Wungsu (43), warga Nyuh Kuning, Ubud, Gianyar, masih mempertahankan bentuk bangunan bale dangin yang telah dibangun leluhurnya sejak puluhan tahun lalu.
Oleh masyarakat Bali, keberadaan bale dangin sangat diperlukan sebagai tempat berlangsungnya berbagai kegiatan keagamaan, seperti prosesi potong gigi, maupun pernikahan.
Posisinya pun sudah ada pakemnya, selalu dekat dengan sanggah (tempat suci keluarga).
"Saya tidak tahu pasti kapan dibangunnya karena ini sudah bangunan kuno, dibuat oleh leluhur saya. Ini kan rumah keluarga besar," terang Marya yang sehari-harinya mengabdikan diri sebagai pematung.
Saat Tribun Bali berkunjung ke kediamannya, Sabtu (13/12), rumah Marya terasa tampak masih kental dengan nuansa tradisi Bali.
Di antara beberapa bale lainnya, bale dangin tampak yang paling kuno. Hanya bangunan itu yang satu-satunya masih menggunakan atap alang-alang, sementara lainnya sudah direnovasi dan sebagian besar memakai genteng bata.
Marya mengungkapkan sekarang sebagian besar orang sudah melakukan banyak perbaikan pada bale dangin dengan menambahkan berbagai hiasan yang menurutnya kadang berlebihan.
"Ada yang mengisi dengan prada dan dekorasi lainnya agar terlihat wah. Tapi sebenarnya tidak perlu begitu. Kami sengaja biarkan saja seperti ini karena kan, nilainya itu yang penting," imbuhnya.
Bale dangin milik Marya memiliki enam saka (tiang). Setiap saka dibalut jalinan bambu. "Untuk pilar memang ukirannya biasa saja, tidak banyak. Secukupnya saja karena memang begitu dari dulu," jelasnya.
Selain itu, bagian langit-langitnya juga masih menggunakan bambu sebagaimana bangunan-bangunan masyarakat era lampau.
"Sebenarnya ada beberapa bambu yang sudah tidak tahan. Mungkin suatu saat akan kami ganti," jelas Marya. Bagian utama bale tempat meletakkan banten juga sepenuhnya masih menggunakan bambu.
Kain Kafan
Untuk bagian atas langit-langit diberi kain kafan. Menurut Marya, itu awalnya dipakai saat upacara keagamaan berlangsung.
Tapi atas pertimbangan kebersihan dan ketahanan bambu, Marya membiarkan kain kafan itu tetap terpasang.
Di bagian tengah kain kafan, ia beri hiasan berupa kain putih kuning yang menyerupai lampion. Awalnya kain itu juga bagian dari perlengkapan upacara keagamaan.