6 dari 10 Remaja Denpasar Merokok, Ardiawan: 'Awalnya Coba-coba'

Mengutip hasil survei, ia menyebutkan bahwa mayoritas terbesar dorongan untuk merokok di kalangan warga berusia 15-22 tahun adalah iklan rokok.

Penulis: Manik Priyo Prabowo | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Tribun Timur
Ilustrasi merokok 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Survei yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) menunjukkan bahwa 6 dari 10 remaja berusia 16-22 tahun di Denpasar, Bali merokok.

Survei itu juga mengungkapkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah remaja perokok di Bali dan juga Indonesia mengalami peningkatan, kendati kampanye pembatasan gencar dilakukan oleh pemerintah.

Demikian dikatakan oleh dokter Made Kerta Duana, dosen Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, yang juga Koordinator Bali Tobacco Control Initiative (BTCI), di sela-sela Workshop Ekonomi Tembakau yang digelar Lembaga Demografi FE UI di Kuta, Rabu (3/6/2015). 

“Bule yang di negaranya sangat dibatasi untuk merokok, di Bali justru seperti menemukan tempat untuk merokok. Melihat bule merokok itu bisa mempengaruhi warga Bali untuk ikut merokok,” kata Made Kerta Duana.

Berdasarkan data dari FE UI, menurut Made, di Kota Denpasar saja pada tahun 1995 terdapat 27 persen remaja (usia 15-22 tahun) perokok.

Pada tahun 2007, jumlah remaja perokok di kota ini meningkat menjadi 34,2 persen; dan pada tahun 2013 melonjak lagi menjadi 36,3 persen.

“Rokok ini menjadi semacam bom waktu. Kalau jumlah perokok remaja ternyata makin tahun makin meningkat, maka mereka akan menjadi generasi penerus yang rapuh kesehatannya,” tandas Made Kerta Duana.

Berdasarkan penelitian, anak-anak di Denpasar mulai mengenal rokok pada saat SD. Ketika di SMP, mereka mulai coba-coba merokok.

Itu bisa karena pengaruh lingkungan pergaulannya.

Saat SMA, mereka mulai aktif merokok kendati sembunyi-sembunyi.

“Nah, saat mahasiswa, mereka berani terang-terangan merokok, karena merasa sudah sesuai umur,” terang Made.

Kecerdikan industri rokok dalam memasarkan produknya membuat kampanye antirokok seperti tak bergigi.

 Iklan-iklan dan reklame rokok, misalnya, mencoba menciptakan kesan dan image bahwa merokok itu jantan, macho, keren, bergaya masa kini dan modern.

Tak hanya itu, dalam penjualan langsung, industri rokok juga mengerahkan Sales Promotion Girl (SPG) yang cantik dan keren.

Pendek kata, ada banyak cara yang dilakukan oleh produsen untuk mengingatkan publik tentang merokok.

“Gerakan produsen rokok itu sistematis, masif dan terus-menerus, termasuk di Bali. Reklame rokok masih terlihat bertebaran di berbagai tempat. Pariwisata Bali jangan sampai diracuni oleh rokok,” kata Abdillah Ahsan, Wakil Kepala Lembaga Demografi FE UI.

Mengutip hasil survei, ia menyebutkan bahwa mayoritas terbesar dorongan untuk merokok di kalangan warga berusia 15-22 tahun adalah iklan rokok.

Tak jauh dari tempat workshop, di sebuah warung makan di Kuta, Tribun Bali kemarin menemui sekelompok pelajar SMP, yang beberapa di antaranya sedang merokok.

“Sebelumnya cuma coba-coba. Sekarang sudah sering, tapi sehari paling cuma 6 batang. Saya merokok kalau pas sedang kumpul teman-teman,” kata Wayan Ardiawan (15), seorang siswa SMP di kawasan Kuta, Rabu (3/6/2015).

Teman Ardiawan, Dedi (16) yang kemarin juga terlihat menghisap rokok, mengaku mulai merokok karena coba-coba dan akhirnya keterusan.

“Sehari paling habis dua batang. Kalau punya duit ya beli beberapa batang,” kata Dedi.

Survei menunjukkan, konsumsi rokok di kalangan berpenghasilan rendah ternyata lebih tinggi dibandingkan di kalangan ekonomi menengah atas.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved