Art Culture
Kenyem Ubah Batu Jadi Objek Gambar yang Menarik dan Unik
Apa yang ia capai hingga kini berkat perjuangan keras seperti apa yang ia kisahkan dalam seri batu karyanya.
Penulis: Cisilia Agustina. S | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Dalam berkarya kadang para seniman bertemu dengan titik jenuh, itupula yang sempat dirasakan I Nyoman Sujana atau yang akrab disapa Kenyem.
Namun Kenyem terus menggali, mengeksplorasi dan menemukan yang baru, hingga akhirnya mampu mengubah kejenuhan itu menjadi sebuah karya.
“Dalam berkarya, kita bisa menemukan sesuatu, kemudian ada juga perasaan jenuh, inilah yang kemudian mendorong untuk bisa berkembang lagi dan seterusnya,” kata Kenyem.
Dari usahanya ini kemudian lahirlah karya-karya baru.
Kenyem adalah seorang perupa asal Desa Sayan, Ubud, Gianyar, Bali, karya-karyanya unik.
Satu di antara banyak karyanya tentang cycle of life.
Karya ini menghadirkan batu sebagai objek gambarnya.
Menurutnya batu selain menarik untuk direspon dari sisi seni, juga memiliki filosofi yang mewakili gambaran perjuangan hidupnya dalam berkesenian.
“Batu buat saya mewakili filosofi hidup yang keras. Sesuatu yang pantang menyerah,” ujar Kenyem.
Pameran tunggal maupun bersama, di dalam hingga luar negeri, bukan menjadi hal baru bagi Kenyem.
Namanya sebagai seorang seniman di Bali pun sudah tidak asing.
Namun apa yang ia capai hingga kini berkat perjuangan keras seperti apa yang ia kisahkan dalam seri batu karyanya.
Bahkan lewat berkesenian inilah ia akhirnya bisa mengenyam pendidikan akademisnya.
Kenyem mampu menyelesaikan kuliahnya dengan biaya sendiri.
“Awalnya bingung mau jadi pelukis atau kerja apa. Mulai seriusnya saat sudah kuliah di STSI, sekitar tahun 1996,” tambah ayah dua anak ini.
Masa kuliah itu juga menjadi masa eksplorasi dan pencarian jati diri bagi Kenyem.
Bagaimana kerasnya ia dan teman-teman seangkatannya berjuang untuk memperkenalkan karyanya hingga bisa dilihat dan diterima masyarakat.
“Yang penting adalah total dalam berkarya, pasti akan tercapai,” sarannya.
Pendidikan dan perjuangan berkesenian yang ia jalani terus menghasilkan karya hingga kini.
Sejumlah penghargaan ia raih antara lain The Best Painting Kamasra Prize, STSI Denpasar (1996) dan The Best Artwork Tugas Akhir STSI Denpasar (1998).
Menggabungkan apa yang pernah ia pelajari semasa pendidikan akademisnya, itulah yang ia tuangkan dalam setiap karyanya.
Tidak ada satu jenis aliran yang menjadi patokannya dalam menggoreskan kuas di atas kanvasnya. Dengan begitu, ia bisa masuk ke berbagai jenis aliran yang ada.
“Ketika saya sudah lepas, saya ingin menggabungkan apa yang sudah pernah saya pelajari menjadi apa yang benar-benar saya inginkan. Inilah wujud karya saya. Saya tidak ingin terjerumus dalam satu aliran tertentu,” ujar Kenyem.
Masih merasa dalam tahap bereksperimen, Kenyem ingin terus menggali kemampuan dirinya.
Tidak serta merta merasa puas atas apa yang ia hasilkan.
Dan tak hanya berkarya lewat kuas dan kanvas, Kenyem juga mengeksplorasi kemampuan seninya di bidang seni rupa yang lain.
Kenyem juga menekuni seni instalasi.
Hal itu terbukti dari karya instalasinya yang sudah dipamerkan, antara lain, Menunggu Angin (Bamboo Instalation, 2010) dan Mengenang Masa Lalu Menatap Masa Depan (Bamboo Instalation, 2011).
Menurutnya, seni adalah sesuatu yang dihasilkan dengan sebuah keindahan dari apa yang ada di sekitar.
Apapun bentuknya kata dia, yang penting bisa menyenangkan perasaan sendiri terlebih dahulu, baru kemudian dapat menyenangkan orang lain. (*)