Patung Rangda Pemicu Dugaan Aliran Sesat, Warga di Jembrana Bubarkan Ritual Ini
Arka beserta para pengikutnya dituding menjalankan praktik aliran sesat, karena ritualnya tidak sesuai dengan adat-tradisi di desa pakraman setempat
Penulis: I Gede Jaka Santhosa | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Warga sebelumnya juga menyebut keberadaan sebuah patung raksasa dan tinggi yang diduga disembah dan dipuja ketika kelompok ini melangsungkan ritualnya di sebuah sanggar yang diketahui bernama Sanggar Agung Sukma Mukti.
Bentuk patung itu aneh, menyerupai raksasa rangda.
Sebenarnya, warga sempat bertanya terkait keberadaan patung itu.
Arka kemudian menyatakan bahwa patung itu hanya hiasan.
Pada Minggu (24/4/2016) kemarin, pihak warga desa pekraman dan kelompok Arka melangsungkan pertemuan untuk mediasi di Kantor Kecamatan Pekutatan.
Pertemuan juga dihadiri oleh perwakilan dari instansi-instansi terkait.
Saat dihubungi Minggu kemarin, Kapolres Jembrana AKBP Djoni Widodo yang hadir dalam mediasi tersebut membenarkan adanya ketegangan antara warga dengan kelompok Arka.
Kapolres meminta kedua belah pihak untuk menaati poin-poin hasil mediasi yang sudah disepakati.
Poin-poin itu antara lain: kesanggupan kelompok Arka untuk tidak melakukan aktivitas serupa di lokasi penjemuran kopi KSU Mitra Usada Bali dan melaksanakan piodalan yang disesuaikan dengan dresta yang berlaku di desa pakraman setempat.
“Ini adalah bentuk dari intoleransi beragama, dan kami masih menyiagakan personel di lokasi. Kami minta semua pihak untuk menaati segala ketentuan yang telah disepakati sebelumnya agar stabilitas keamanan di Jembrana ini tidak terganggu,” tegas Kapolres Jembrana.
Bendesa Adat Desa Pakraman Pengeragoan Dauh Tukad, I Nyoman Sukadana mengatakan, pihaknya menggelar paruman pamucuk pada Minggu (24/4/2016) malam untuk menyosialisasikan hasil mediasi di Kantor Kecamatan Pekutatan.
Selain itu, pihaknya juga mengaku akan terus memantau segala aktivitas di sekitar lokasi penjemuran kopi KSU Mitra Usada Bali, yang sebelumnya digunakan Arka untuk acaranya.
“Kalau ada kesepatakan yang kembali dilanggar, kami di prajuru adat tidak akan mau bertanggungjawab jika terjadi apa-apa terhadap mereka,” tukas Sukadana kemarin. (*)