Hari Saraswati
Banyu Pinaruh di Pantai Yeh Gangga Dipimpin 7 Sulinggih
Siswi SMP N 1 Penebel ini pun mengaku sudah sering melaksanakan ritual melukat ke segara, namun baru kali ini dipimpin tujuh sulinggih.
Penulis: I Made Argawa | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Matahari mulai menampakkan diri dari peraduannya, Minggu (26/6/2016).
Di pagi yang cerah itu, ribuan warga berpakain adat Bali serba putih memadati Pantai Yeh Gangga, Desa Sudirmara, Tabanan, untuk mengikuti ritual pengelukatan Banyu Pinaruh.
Ritual pengelukatan Banyu Pinaruh ini tampak tidak biasa.
Bagaimana tidak, tercatat ada tujuh sulinggih yang hadir memimpin ritual yang digelar sehari setelah Hari Raya Saraswati itu.
Ketujuh Sulinggih tersebut adalah Ida Pandita Mpu Kertha Dhyana Paramita dari Griya Sulawesi, Ida Hyang Begawan Agung Ananda Narendra Kusuma dari Griya Agung Penarukan, Ida Pandita Mpu Daksa Giana Samyoga Manuaba dari Griya Agung Sempidi, Ida Pandita Mpu Siwa Putra Parama Manik Kusuma Manuaba dari Griya Agung Baturiti, Sri Bhagawan Ludra Parama Daksa dari Griya Agung Serongga, Ida Pandita Mpu Trinata Daksa Manuaba dari Griya Kukuh Kerambitan, dan Ida Pandita Mpu Siwa Putra Sanatana Daksa Manuaba dari Griya Utu Penebel.
Melukat masal ini diadakan oleh organisasi Paiketan Daksa Dharma Sadhu (PPDS).
Pengelukatan tidak hanya diikuti oleh masyarakat umum, tapi juga siswa sekolah dan pegawai negeri sipil (PNS) di Pemkab Tabanan, serta dihadiri oleh Wakil Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya.
Ketua panitia I Ketut Winarta mengatakan, Penglukatan Banyu Pinaruh dan Penglukatan Baruna Astawa ini diikuti oleh sejumlah siswa baik SMA dan SMP serta masyarakat umum di seluruh Kabupaten Tabanan.
Namun kegiatan ini lebih diutamakan pada siswa agar lebih mengetahui makna dari Hari Banyu Pinaruh/Redite Paing Sinta.
Banyu Pinaruh adalah upacara yadnya yang dilakukan setelah Hari Raya Saraswati, dengan tujuan untuk pembersihan dan kesucian diri.
Banyu Pinaruh berasal kata dari Banyu berarti air, Pinaruh atau Pengeruwuh berarti pengetahuan yang pada hari ini secara nyata umat membersihkan badan dan keramas pada sumber-sumber air atau di laut.
Akan tetapi prosesi Banyu Pinaruh bermakna untuk membersihkan kegelapan pikiran yang melakat pada tubuh manusia, dengan ilmu pengetahuan atau mandi dengan ilmu pengetahuan.
Seorang siswa yang ikut ritual pengelukatan, Ni Made Desi Sentana, mengaku senang dengan kegiatan religius ini.
Siswi SMP N 1 Penebel ini pun mengaku sudah sering melaksanakan ritual melukat ke segara, namun baru kali ini dipimpin tujuh sulinggih.
"Saya senang, karena setelah melukat pikiran jadi tenang. Makanya saya sering mengikutinya," kata Desi dengan aura wajah yang terlihat cerah usai melukat.
Pada ritual pengelukatan massal ini, tidak dipungut biaya.
Hanya bagi siswa ataupun krama yang ingin berdana punia seikhlasnya dipersilakan.
"Saya lihat antusias berdana punia sedikit kurang, namun itu tidak jadi masalah. Kami bukan mengharapkan harus berdana punia, melainkan kami ini juga organisasi sosial," terang Winarta.
Kegiatan ini akan rutin diadakan setiap enam bulan.
Tiada lain untuk bisa menyucikan diri, serta memberikan pemahaman bagi seluruh masyarakat rentetan Hari Raya Saraswati.
"Mudah-mudahan tahun depan siswa ataupun masyarakat umum, bisa lebih banyak mengikuti," jelasnya.
Wakil Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya, selaku pembina dari PDDS dan turut hadir dalam penglukatan massal ini, memberi apresiasi khusus.
Ia mengatakan akan terus "dikawal", mengingat tujuanya bagus bisa menyucikan pikiran dan hati.
Untuk itu anggota PPDS agar terus berkordinasi dengan pemerintah, agar program-program seperti ini bisa dijadwalkan lebih baik lagi.
"Saya lihat antusias masyarakat terutama siswa sangat banyak mengikuti, saya jadi terharu. Acara ini sangat baik untuk terus dilaksanakan," ujarnya. (*)