Jembatan Cinta Nusa Lembongan Putus

Kisah Pilu Korban Jembatan Cinta, Komang Sudiarta Selamat Setelah Merobek Baju

Sudiarta beserta istrinya Ni Wayan Rusminingsih dan putrinya Putu Lia Puspita Dewi, menjadi saksi hidup dari peristiwa yang merenggut 8 korban jiwa

Tribun Bali/Eka Mita Suputra
Warga mengangkut sepeda motor menggunakan sampan untuk menyeberang dari Nusa Ceningan ke Nusa Lembongan, Senin (17/10/2016) pasca putusnya Jembatan Kuning 

TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA – Kemarin pagi, suasana duka masih terasa di lokasi runtuhnya Jembatan Kuning  yang menghubungkan Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.

Sejak matahari mulai terbit, ratusan orang mengerumuni lokasi jembatan yang ambruk pada Minggu (16/10/2016) petang, dan menyebabkan 8 orang tewas dan 34 lainnya luka-luka .

Di antara kerumunan orang tersebut tampak I Komang Sudiarta (45).

Baca: Gagak Hitam Bawa Firasat Pilu, Gede Sulianta Kehilangan Dua Putrinya Sekaligus     

Ketika ditanya tentang ambruknya jembatan, Sudiarta langsung memejamkan matanya. Trauma masih jelas terlihat di wajahnya. 

Sudiarta beserta istrinya Ni Wayan Rusminingsih dan putrinya Putu Lia Puspita Dewi, menjadi saksi hidup dari peristiwa yang merenggut 8 korban jiwa tersebut.

Baca: Komang Sudiarta Hampir Putus Asa Ketika Tersangkut Jembatan Kuning Dan 5 Menit Tak Bernapas

“Saya bersyukur, saya beserta anak dan istri masih selamat dalam peristiwa tersebut. Runtuhnya jembatan itu nyaris saja merenggut nyawa saya, “ ujar Sudiarta dengan ekspresi yang masih tampak shock dengan kejadian tersebut.

Ia menceritakan, putusnya Jembatan Kuning terjadi pada Minggu (16/10/2016) petang sekitar pukul 18.30 Wita.

Saat itu, jembatan yang juga dijuluki sebagai Jembatan Cinta itu penuh sesak oleh para pemedek yang baru selesai sembahyang di Pura Bakung, Nusa Ceningan, yang berlokasi di timur Jembatan Kuning.

Meskipun sudah ada papan peringatan di sisi-sisi jembatan bahwa jembatan rawan jebol, warga tidak mengindahkannya.

Pemedek yang menggunakan sepeda motor dan berjalan kaki saling berdesakan di jembatan yang dipakai sejak tahun 1994 itu.

Tidak adanya pecalang ketika itu, membuat tumpukan pemedek di atas Jembatan Kuning semakin tak terkendali dan over capacity. Dalam kondisi demikian, Komang Sudiarta dan keluarganya terjebak di tengah jembatan. Suara klakson motor silih berganti berbunyi, dan tiba-tiba jembatan langsung runtuh. Berdasarkan kesaksian Sudiarta, tali sling di utara jembatan yang putus telebih dahulu, lalu diikuti tali sling di sisi selatan jembatan.

“Kejadiannya begitu cepat, tiba-tiba saja tali jembatan terputus. Saya beserta keluarga dan puluhan orang serta sepeda motornya jatuh ke laut. Suasana sangat mencekam, saya sempat dengar suara tangisan dan teriakan minta tolong. Saat itu saya berada di dalam air, tenggelam, karena  baju saya tersangkut di reruntuhan jembatan,” ungkap Sudiarta.

Ketika itu lah Sudiarta dihadapkan pada maut. Pakaiannya yang tersangkut di reruntuhan jembatan tak bisa segera dilepas, sehingga Sudiarta tidak mampu muncul di permukaan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved