Eksekusi di Kampung Bugis Serangan
Warga Kampung Bugis Masih Buntu Mau Tinggal di Mana, Anak-anak Kehilangan Baju Sekolah
Nurhayati menangis dan memeluk saudaranya itu setelah ia ditanya dimana bakal tinggal setelah penggusuran terhadap 40 bangunan rumah warga
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sembari menggendong anaknya yang masih berusia empat bulan, air mata Nurhidayati terus bercucuran saat menerima kunjungan seorang saudaranya, Rabu (4/1/2017) siang.
Nurhayati menangis dan memeluk saudaranya itu setelah ia ditanya dimana bakal tinggal setelah penggusuran terhadap 40 bangunan rumah warga di Kampung Bugis, Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan, Bali, dua hari lalu.
Baca: Rai Mantra Bolak Balik Telepon Camat Densel, Pernah Tawarkan Transmigrasi
Baca: Ini Sejarah Orang Bugis di Serangan, Masjid dan Rumah Panggung Kuno Zaman Raja Badung
Ia tak tahu harus kemana, masih masih buntu.
"Ndak tahu saya mbak… dimana saya tinggal nanti. Saya bingung sekali. Anakku kasihan masih kecil sekali...," ucap Nurhidayati di areal Masjid As Syuhada, Kampung Bugis, yang dijadikan salah-satu tempat pengungsian warga yang tergusur.
Seperti diwartakan, sebanyak 40 rumah yang dihuni 36 keluarga (sekitar 400 jiwa) di Kampung Bugis dihancurkan rata dengan tanah oleh empat buldoser, Selasa (3/1/2017) pagi.
Eksekusi pengosongan lahan seluas 9.400 meter persegi itu dilakukan panitera Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, karena lahan yang ditempati warga Kampung Bugis secara turun temurun itu merupakan milik Siti Maisarah.
Sengketa lahan itu sudah berlangsung bertahun-tahun di jalur hukum, dan dimenangkan oleh Maisarah.
Sedangkan warga berdalih, mereka telah tinggal turun-temurun di Kampung Bugis sejak kedatangan nenek moyang mereka pada tahun 1600-an lalu.
Akibat penggusuran itu, sebagian besar warga Kampung Bugis tinggal di areal masjid, lapangan, dan kawasan seputar lapangan yang dijadikan tempat pengungsian sementara.
Barang-barang masih terlihat menumpuk di pinggir gang tempat eksekusi digelar. Ada juga yang masih menempatkan barang mereka di lapangan tempat mengungsi.
"Kami hanya punya tempat tinggal di sini. Kalau pun ada beberapa warga yang punya saudara, kan tidak bisa langsung numpang kesana. Kita masih bingung," kata Hasan, warga lain Kampung Bugis yang rumahnya juga terkena buldoser.
Sejak pagi hingga sore kemarin, banyak relawan yang datang memberikan bantuan, seperti beras, mie instan, snack, air mineral, kopi, gula, dan jenis-jenis sembako lainnya.
Sebagian besar bantuan itu diletakkan di areal masjid tua di Kampung Bugis itu.
Beberapa relawan, termasuk sejumlah aparat kepolisian yang ikut berbaur dengan warga itu, tampak menghibur warga dengan mengajak bercanda ria. Bahkan, aparat kepolisian ikut membantu warga membenahi terpal-terpal yang didirikan di sekitar masjid tersebut agar lebih kokoh.
Di areal reruntuhan bangunan yang dibuldoser, tampak sejumlah warga masih mengorek-ngorek sisa material bangunan.
Ada yang menemukan pakaian mereka, ada juga buku-buku sekolah yang ikut tertimbun reruntuhan.
Eksekusi yang berlangsung ricuh kemarin tidak hanya membuat warga kehilangan tempat tinggal.
Banyak warga yang tidak sempat menyelamatkan barang-barang mereka lantaran berkeyakinan eksekusi bisa kembali ditunda seperti tahun 2014 lalu.
"Ya kami kira seperti tahun-tahun sebelumnya, ada negosiasi lagi. Makanya kami tidak keluarkan barang-barang rumah tangga. Kami tidak menyangka eksekusi kemarin itu benar-benar dilakukan," kata Komaria, warga Kampung Bugis yang mengaku saudaranya banyak kehilangan barang.
Tak Sekolah
Kemarin, juga beredar pesan melalui media sosial tentang kebutuhan mendesak warga Kampung Bugis.
Sebab, selain sejumlah keluarga kehilangan barang karena hancur tertimpa reruntuhan, ada juga barang warga yang dicuri oleh oknum tukang yang berbaju petugas pengangkut Pengadilan Negeri.
Dalam pesan singkat yang beredar itu, kebutuhan darurat bagi warga, khususnya anak-anak, di Kampung Bugis adalah pakaian dan alat-alat sekolah.
Dampak lain dari eksekusi tersebut, terdapat hampir lima puluh anak yang kehilangan pakaian dan peralatan sekolah mereka, karena tertimbun reruntuhan.
Mereka masih belum bisa masuk sekolah hingga kemarin, terlihat seperti shock akibat operasi penggusuran yang langsung mereka saksikan.
"Bagaimanapun, pemerintah harus memperhatikan terutama anak-anak yang sekolah. Itu dululah. Karena kami semua warga Denpasar, ber-KTP Denpasar. Baju-baju mereka sudah gak karuan kemana karena tertimbun reruntuhan.
Buku dan peralatan sekolah lainnya sudah hilang semua.
Kami mohon perhatian dari pemerintah," kata Muhadi, Kepala Lingkungan Kampung Bugis.
Muhadi menyatakan kekecewaannya dengan pernyataan Gubernur Bali Made Mangku Pastika di media yang menyebutkan hanya ada 3 KK keturunan Bugis yang tinggal di Kampung Bugis.
"Kami ingin Bapak Gubernur turun ke lapangan dan melihat keadaan yang sesungguhnya. Mohon diklarifikasi ke media bahwa bukan 3 KK, tapi 36 KK warga keturunan Bugis yang digusur," ujarnya.
"Kami adalah generasi keempat yang tinggal di sini. Dan kami minta pak Gubernur yang sudah bertemu pak Wakil Presiden yang kami hormati tahu keadaan kami. Kami mohon itu diklarifikasi," ujar Mohadi.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Pemprov Bali, Dewa Gede Mahendra mengatakan tidak ada maksud dari Gubernur Bali mengucilkan warga Bugis yang tinggal di Kampung Bugis.
Ia mengatakan, jika pengungkapan jumlah warga Bugis yang tinggal disana ada kekeliruan, pihaknya dari Pemprov Bali tidak berniat untuk mengucilkan mereka sama sekali.
Sebab, menurutnya, Lurah Serangan-lah yang paling tahu jumlah warga Bugis di sana.
Dewa mengatakan, pihaknya juga prihatin melihat warga yang terlantar.
Walau begitu, pihaknya tetap mengacu pada prosedur pelaksanaan penggusuran tersebut.
Selain itu, Pemprov Bali pun sudah berkoordinasi dengan Kota Denpasar untuk penyediaan tenda atau makanan yang diperlukan warga yang tergusur.
Camat Denpasar Selatan, AA Gede Risnawan menjelaskan, pihaknya sudah mengimbau agar Lurah Serangan berkoordinasi dengan sekolah-sekolah tempat anak-anak warga Kampung Bugis mengampu pendidikan. Baik TK, SD maupun SMP.
Tujuannya, agar sementara mereka bisa diliburkan karena masih trauma. "Biar mereka tidak diskors oleh sekolahnya, karena tidak masuk. Bagaimanapun mereka kan masih trauma. Biar dibantulah oleh sekolah mereka," kata Risnawan.
Tapi, menurut Risnawan, seluruh rumah warga sudah bersih sebelum dibuldoser. Ia membantah ada barang-barang warga yang hilang dan banyak pakaian yang tidak bisa diselamatkan.
"Kamarnya sudah bersih sebelum dilakukan eksekusi. Sebenarnya sudah dari dulu kita sampaikan bahwa akan ada eksekusi. Surat eksekusi sudah tiga kali disampaikan dari pengadilan,” kata Risnawa.
Meski demikian, diakui ada oknum tukang yang ditugaskan PN untuk mengangkut barang warga yang diduga membawa barang-barang warga, sehingga ia diperiksa di kepolisian. "Saya punya bukti. Saya lihat langsung itu ada yang kantongnya tebal dan dia diamankan," kata Muhadi, Kepala Lingkungan Kampung Bugis.
Lurah Serangan, I Wayan Karma mengatakan, dari 36 KK (Kepala Keluarga) yang tergusur di Kampung Bugis, ada empat KK yang telah bersedia menerima kompensasi berupa uang Rp 50 juta.
Namun, Karma tidak bersedia membeberkan identitas empat KK itu.
"Ada empat orang yang sudah terima kompensasinya, tapi mereka minta dirahasiakan," katanya.(*)