Dharma Wacana

Memasuki Zaman Kaliyuga, Kebalikan dari Krtayuga

Tetapi dia ada dari berbagai zaman. Karena itu, konsep ajaran agama Hindu selalu berubah, hanya esensinya saja yang tetap dipertahankan.

zoom-inlihat foto Memasuki Zaman Kaliyuga, Kebalikan dari Krtayuga
TRIBUN BALI
IDA PANDITA MPU JAYA ACHARYA NANDA

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Meskipun disebut sebagai agama tertua di muka bumi, tetapi agama Hindu bukanlah ideologi saklek.

Hindu merupakan agama yang fleksibel yang selalu mengikuti perkembangan zaman.

Keadaan ini disebabkan lantaran agama Hindu tidak hadir pada satu zaman.

Tetapi dia ada dari berbagai zaman. Karena itu, konsep ajaran agama Hindu selalu berubah, hanya esensinya saja yang tetap dipertahankan.

Berbicara masalah zaman, dalam ajaran agama Hindu kita mengenal Catur Yuga.

Di antaranya, Kertayuga, Trtayuga, Dwaparayuga, dan Kaliyuga.

Zaman Kertayuga merupakan masa penuh kedamaian, dan tidak ada satu pun manusia yang melakukan perbuatan adharma.

Trtayuga merupakan zaman dimana pikiran kotor mulai menggerogoti pemikiran manusia.

Sementara pada zaman Dwaparayuga manusia mulai memiliki dua watak.

Yakni sebagian dirinya berwatak baik dan sebagian buruk.

Sementara zaman kita sekarang ini adalah zaman Kaliyuga.

Zaman ini merupakan sebuah kebalikan dari zaman Krtayuga.

Kalau di zaman Krtayuga hati manusia benar-benar tertuju pada Tuhan sebagai pencipta, pemelihara dan pengendali alam semesta beserta isinya, maka pada zaman Kaliyuga kepuasan hatilah yang menjadi tujuan utama.

Dalam kata lain, kepuasan materi yang menjadi tujuan utama.

Pada zaman sekarang ini, Tuhan masih ada dalam pikiran manusia.

Hanya saja mereka mulai mengkritisi konsep-konsep pemujaan Tuhan, khususnya di Bali.

Tidak sedikit umat yang mengatakan konsep pemujaan begitu ribet dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi.

Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, ditakutkan banyak umat yang berubah ideologi.

Apa yang harus dilakukan? Seorang sulinggih maupun cendikiawan Hindu, kita tidak boleh mengajak umat ke masa lalu.

Atau, mengharuskan umat melakukan pemujaan menggunakan konsep masa lalu. 

Sebab permasalahan saat ini, tentu tidak nyambung dengan massa lalu.

Dulu umat bisa menghaturkan persembahan segudang buah-buahan, karena pada zaman itu aktivitas mereka hanya bercocok tanam.

Kalau sekarang ini masih ditekankan pada umat, tentu akan sulit.

Karena profesi umat saat ini sebagian besar sudah bukan bercocok tanam.

Karena itu marilah kita sama-sama pikirkan.

Agama Hindu tetap hadir sebagai agency dan problem solving.

Tapi di sisi lain, umat merasa nyaman.

Sejatinya, perubahan konsep pemujaan dalam agama Hindu, selalu ada setiap zaman.

Sebab ruang dan waktu selalu mengubah cara umat berpenampilan dan berpikir. (*)

Info ter-UPDATE tentang BALI, dapat Anda pantau melalui:
Like fanpage >>> https://www.facebook.com/tribunbali
Follow >>> https://twitter.com/Tribun_Bali
Follow >>> https://www.instagram.com/tribunbali
Subscribe >>> https://www.youtube.com/Tribun Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved