Berita Bali

Usai Bungkam, Ketua MDA Bali Tanggapi Polemik Bendesa Adat, Sebut Pengukuhan Hanya Seremonial

MDA Bali diberikan kewajiban memutuskan, maka ia menilai harus mengeluarkan keputusan yang sama seperti pengadilan. 

Tribun Bali/Ni Luh Putu Wahyuni Sari
SOSOK - Ketua MDA atau Bendesa Agung Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet - Usai Bungkam, Ketua MDA Bali Tanggapi Polemik Bendesa Adat, Sebut Pengukuhan Hanya Seremonial 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Ketua MDA atau Bendesa Agung Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, tanggapi polemik terkait batas-batas kewenangan Majelis Desa Adat (MDA) beberapa waktu lalu. 

Ketika ditemui usai Upacara Peringatan Hari Jadi ke-67 Provinsi Bali, Kamis 14 Agustus 2025, Sukahet membantah adanya perselisihan antara Desa Adat dengan MDA. 

“Dari dulu tidak ada, yang ada adalah terjadi perselisihan di Desa Adat. Bahkan sampai konflik di Desa Adat tidak bisa diselesaikan di Desa Adat. Mereka menyerahkan ke MDA untuk diselesaikan, sesuai dengan Perda,” jelas Sukahet. 

Lebih lanjutnya, Sukahet memaparkan merupakan sebuah kewajiban MDA untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan sebuah sistem. 

Baca juga: Kebut Raperda Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat Bali, Koster: Pertama di Indonesia 

Karena MDA Bali diberikan kewajiban memutuskan, maka ia menilai harus mengeluarkan keputusan yang sama seperti pengadilan. 

“Nah, ratu tanya sekarang, Apa ada yang berperkara itu dua-duanya bersorak? Pasti ada yang tidak puas kan? Nah itu risiko memang akhirnya mereka demo. Kalau bisa Majelis Desa Adat tidak mengeluarkan keputusan. Rekomendasi saja begitu kayak dulu itu. Tapi siapa yang nanti kalau ada masalah? Konflik? Sama-sama memukul mereka misalnya. Terjadi kekacauan hebat di Desa Adat. Makanya itu dibawa masalahnya adalah masalah di Desa Adat. Tidak ada masalah ini,” sambungnya. 

Ia pun menjamin bahwa otonomi Desa Adat tetap 100 persen utuh tidak akan diganggu oleh Negara, Gubernur dan MDA. 

“Misalnya, Bendesanya, orang baru lahir pun kalau memang di turunan misalnya, kita bantu keluarkan SK. Supaya ada pegangan pemerintah,” tandasnya. 

Sukahet mengajak semua pihak agar berpikir positif tentang Desa Adat dan MDA serta tak melakukan adu domba. 

Otonomi Desa Adat  penuh tetap dihormati, fungsi Majelis Desa Adat adalah pada tataran Bali mawacara dan negara mawatata. 

“Artinya supaya sesuai antara desa mawacara dengan Bali mawatata. Misalnya ada Perda, ada peraturan gubernur, ada undang-undang, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika. Seperti itu. Nah, di situ MDA membina, karena di MDA ahli-ahli semua dari akademisi, segala macam. Ya, pensiunan jenderal. Di situ semuanya,” terangnya. 

Sementara untuk pengukuhan ia mengatakan hal tersebut merupakan acara ceremonial saja. Bahkan ia membandingkan dirinya yang  dikukuhkan oleh Gubernur. 

“Apakah ratu MDA diintervensi oleh Gubernur? Tidak. Bendesa Agung dipilih oleh Desa Adat semuanya. Cuma siapa yang mengukuhkankan? Ya Gubernur lah. Supaya ada saja ceremonial itu. Yang paling penting adalah di situ, di Desa Adatnya. Siapa yang memilih? Paruman yang memilih, mereka memilih. Dari mereka untuk mereka. Sesuai dengan desa mawacara. Otonomi mereka, penuh itu,” tutupnya. 

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved