Mengejar Seni Tradisi Hingga Ke Tabanan, Gek Centil Punya Cita-cita Jadi Dalang

Berbalut make up tipis RA Ayu Ratih Surya Windari seketika mengakhir latihan tarinya di Sanggar Canging Mas, Tabanan, Bali.

Penulis: I Made Argawa | Editor: imam rosidin
Istimewa
RA Ayu Ratih Surya Windari sesaat sebelum pentas dengan riasan liku. Belajar menjadi liku tetap dijalani Ayu dengan senang hati meskipun hingga ke Tabanan dari Denpasar. 

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN – Berbalut make up tipis RA Ayu Ratih Surya Windari seketika mengakhir latihan tarinya di Sanggar Canging Mas, Tabanan, Bali.

Wanita 21 Tahun asal Jalan Gunung Unggaran, Nomo 11, Jalan Imam Bondjol, Denpasar,Bali itu sedang memantapkan gerakan tari menjadi liku untuk dipentaskan di Pesta Kesenian Bali di Art Center Denpasar pada 15 Juni mendatang.

 Perempuan bersuara melengking itu akan tampil dengan Sekaa Arja Arsa Winangun, Denpasar. Ia yang akrab disapa Ayu, memerankan sosok liku.

“Sudah setahun terakhir belajar menjadi liku di sanggar Canging Mas, Tabanan dilatih oleh Jro Ajus,” katanya yang memiliki nama panggung Gek Centil, (11/6/2017).

 Ayu menyebutkan, dirinya yang menguasai tarian Bali hingga 20 jenis ini memiliki keinginan menjadi seorang liku saat menyaksikan pementasan Arja di Pesta Kesenian Bali 2015 lalu.

Ia yang masih belum akrab dengan dunia Dramatari tidak mengetahui jika sosok yang “heboh” dalam pementasan Arja adalah liku. “Saya tertarik saja, padahal belum tahu namanya liku,” ujarnya.

Pertemuannya dengan sang guru, Putu Ajus Purnawan (44) disebutkanya tidak sengaja. Pada pertengahan 2016, Ayu yang masih bekerja di salon dan melayani foto pra wedding sempat salah mengunggah foto.

“Saat mengunggah foto itu, tapa sengaja akun facebook Jro Ajus ikut sayatag. Hingga akhirnya berkenalan dan saya diajak menari,” jelasnya.    

 Pentas pertama kali, Gek Centil hanya latihan menjadi liku sebanyak empat kali. Sudah menguasai dasar tari Bali memudahkanya menguasai gerak. Tapi ada yang kurang, yakni penguasaan karakter, suara, tembang hingga lakon.

Saat pentas pertama kali pada 6 Juni 2016 di Desa Selanbawak, Marga Tabanan, ia sempat diteriaki oleh penonton  sebagai liku yang baru belajar ketika berada di panggung.

 “Karenanya rekan bondres membisiki saya, dilihat oleh penonton, trus langsung diteriaki,” ujarnya.

 Dua hingga tiga kali dalam seminggu ke Tabanan dilakoni oleh Gek Centil. Hal itu dilakukan dengan senang hati meskipun sempat dilarang oleh orang tuanya karena pentas bersama Sanggar Canging Mas bisa larut malam.

 “Mungkin orang tua khawatir karena saya perempuan. Tapi saya katakan bahwa ini adalah hal yang saya senangi dan memberikan hasil juga secara materi,” ujarnya.

Ia memilih belajar tari liku sesuai dengan pakem karena memang tertarik dengan seni tradisi. Selain itu saat ini masih minim penari Arja remaja yang menaati pakem.

“Banyak yang menari arja apalagi menjadi liku, tapi banyak juga yang tidak fokus di pakem atau modifikasi,” terangnya.

 Terkait dengan cita-cita, setelah berhasil menjadi liku, Gek Centil berencana belajar menjadi dalang. “Pengen aja jadi dalang,” ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved