Bayi Dianiaya Ibu Kandung di Bali

Bayi J Korban Kekerasan Ibu Kandungnya Disebut Tidak Ditelantarkan, Begini Penjelasan Lely

Kalau ada yang mengatakan bahwa anak ini lebih tepat di yayasan, menurutnya tidak tepat karena bayi J adalah anak kandung Mariana Dangu.

Penulis: A.A. Gde Putu Wahyura | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Bayi JD tampak tertawa riang saat bercanda dengan Ketua Yayasan Metta Mama & Maggha, Vivi Monata Adiguna, Jumat (28/7/2017) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua Pelaksana Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Bali, dr. Lely Setyawati, dengan tegas menyatakan bayi J bukan bayi terlantar.

Kalau ada yang mengatakan bahwa anak ini lebih tepat di yayasan, menurutnya tidak tepat karena bayi J adalah anak kandung Mariana Dangu.

Baca: Bayi J Diduga Dipakai Alat Ibu Kandungnya Lakukan Pemerasan, Polisi Telusuri Penyebar Video

Baca: Lely Ungkap Ibu Penganiaya Bayi Ini Sebagai Korban Kekerasan, Begini Pengakuannya!

Mariana diakui memang punya masalah dengan kondisi psikologisnya.

Namun, katanya, orang lain tidak perlu menstigma orang dengan psikologis karena semua dari manusia punya satu masalah hidup yang membuatnya mempunyai masalah mental (psikologis).

Saat terjadi penganiayaan seperti di video, Lely mengaku mendapatkan laporan dari ayah bayi J, Otmar Daniel Edelsberger.

Ia meminta anaknya diselamatkan.

Pihaknya pun berkoordinasi dengan pihak kepolisian sehingga bisa mengambil tindakan menyelamatkan bayi ini.

Saat mengambil bayi itu dan dititipkan ke Yayasan Metta Mama & Megha, sebelumnya anak tersebut juga dicek di spesialis anak, spesialis THT, spesialis mata, dan pemeriksaan darah.

 Hasilnya tidak ada gangguan berarti diakibatkan oleh penyiksaan seperti heboh di video.

“Anak ini kita titipkan dan semua pakai batasan waktu saat kita obati ibunya, kita minta pihak yayasan dan dinsos merawat bayi ini 40 hari, pertimbangan kami setelah 40 hari si ibu bisa mengasuh bayi ini dan ia juga punya keluarga di Sumba sehingga bisa menghadirkan ke Bali. Yang viral di medsos sangat kami sayangkan, yang sepertinya membuat kita gerah,” jelasnya.

Pada 27 Maret 2017 setelah sehabis konseling rawat inap, saat itu pihak RS Sanglah mengatakan Mariana sudah bisa rawat jalan dan hanya membutuhkan bimbingan psikiater.

Itu sebabnya sampai hari ini P2TP2A mendampinginya.

Ia mengatakan bahwa Mariana memang mengalami ganggguan emosional saat melakukan penganiayaan namun setelah dua minggu dia sehat lagi.

Disinggung mengenai kebijakan Dinsos Bali yang belum memberikan Mariana bertemu bayinya, Lely juga belum mengerti masalahnya.

Karena awalnya P2TP2A Bali menitipkan ke panti seizin Dinsos.

Ini pun sifatnya sementara makanya sampai 30 April 2017 atau selama 40 hari.

Dikatakannya, untuk mengembalikan hak anak kepada ibu kandungnya adalah hak anak untuk berhak tahu asal usulnya.

Kalau ibunya dinilai belum cakap, ada keluarganya di Sumba yang bisa mengurus bayi J.

Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Bali  Ni Luh Putu Praharsini menambahkan, kasus ini memang ditangani P2TP2A Bali.

Ia menampik bahwa ada perbedaan pandangan antara Dinsos, P2TP2A, dan DP3A soal anak ini.

Praharsini menyebut bayi J memang lebih baik diasuh ibunya, karena menurut P2TP2A ibunya sehat dan bisa mengasuh anaknya.

Dikatakan, Mariana sudah sempat melaksanakan tes psikotes di Dinas Sosial pada 27 dan 28 Juli 2017.

“Memang bagus kebijakan dari dinsos agar kekerasan pada anaknya ga terulang lagi, namun MD kan ibu dari bayi tersebut. Ibunya memang berproses silakan kepada pihak kepolisuan. Besok kalau bisa ketemu saya ingin ketemu kepada ibunya, saya ingin tanyakan apakah anak ini ingin diasuh oleh siapa, apa dia atau keluarganya kan boleh. Bisa nanti MD memberikan kepada keluarganya,” jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved