Mantan Polisi Ditemukan Tewas

Pengabenan Terbentur Dresta Desa Adat, Istri Ungkap Pamit Terakhir Aiptu Suanda

Aiptu Suanda dikenal masyarakat sebagai sosok yang baik dan tidak pernah terlibat dalam masalah apapun.

Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali / Made Prasetia Aryawan
Keluarga menghaturkan banten punjung di depan foto alamarhum Aiptu Made Suanda di rumah duka Banjar Penenjoan, Desa Darmasaba, Abiansemal, Badung, Bali, Kamis (21/12/2017). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Suasana duka menyelimuti rumah (alm) Aiptu Made Suanda di Banjar Penenjoan, Desa Darmasaba, Abiansemal, Badung, Kamis (21/12/2017).

Sejumlah keluarga pun tampak berkumpul sembari bekisah kenangan semasa hidup Aiptu Suanda.

Kakak kandung korban, Wayan Sura (62) dan istri korban, Ni Luh Rai Sukawati (53), mengakui sangat merasa kehilangan dengan perginya sosok pria pensiunan polri yang dikenal sangat baik ini.

Apalagi meninggal dengan cara mengenaskan dan mayatnya sampai membusuk.

Saat ini jenazah korban masih berada di kamar jenazah RSUP Sanglah, Denpasar.

Dan untuk upacara pengabenan masih belum diketahui pasti kapan akan dilaksanakan karena terbentur dresta (kebiasaan/tradisi) desa adat setempat. 

“Jenazah masih berada di Sanglah, dan kami juga belum tahu kapan akan dilaksanakan pengabenan,” ujar Wayan Sura saat ditemui di rumah duka, kemarin.

Belum adanya jadwal pasti mengingat di Desa Adat Darmasaba juga sedang dilaksanakan upacara keagamaan.

“Puncaknya tanggal 26 Desember,” katanya.

Sura melanjutkan, menurut dresta desa adat setempat, abulan pitung dina (1 bulan 7 hari) setelah pelaksanakan karya (pujawali) baru boleh melaksanakan prosesi pengabenan.

Itu artinya pihak keluarga haru menunggu waktu yang cukup lama atau setelah 42 hari.

“Kami masih menunggu keputusan keluarga dulu apakah akan mengikuti sesuai dresta atau akan melakukan kremasi pada awal Januari mendatang,” imbuhnya.

Jika menunggu 42 hari setelah karya, kata dia, akan menunggu sangat lama.

Karenanya pihak keluarga berencana melakukan kremasi saja, namun dengan catatan akan berkoordinasi ke kelian dinas dan bendesa adat setempat. 

“Kami akan rundingkan dulu dengan keluarga, kelian dinas, bendesa adat, terkait proses upacara pengabenannya nanti untuk solusi terbaik,” tandasnya.

Almarhum Aiptu Suanda berpulang untuk selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ni Luh Rai Sukawati (53), dan tiga orang anak yang semuanya sudah menikah, Ari Desianti, Made Kristiana, dan Komang Tria Paramita Anggraini.

Gelagat Aneh

Luh Rai menceritakan, terakhir bertemu dengan almarhum suaminya pada Jumat (15/12/2017) sekitar pukul 11.30 Wita.

Saat itu suaminya pamitan untuk melakukan transaksi karena mobil Jazz miliknya sudah laku.

Namun, setelah pamitan tidak ada kabar dan tidak bisa dihubungi sekitar pukul 12.25 Wita hingga sore hari.

“Jam 11.30 itu dia (alm) pamitan untuk transaksi di bank, namun saya sempat menghubungi ternyata hape-nya sudah dalam keadaan tidak aktif,” ujar Luh Rai dengan nada terbata-bata.

Ia pun langsung berkoordinasi dengan keluarga untuk menunggu korban pulang.

Namun, hingga menjelang malam korban tak kunjung kembali ke rumah. Dari sanalah timbul rasa kecurigaan yang amat besar dari istri maupun keluarganya.

Sebelum korban dinyatakan hilang, tuturnya, korban juga sempat melaksanakan transaksi dengan dua orang (pria dan wanita) yang menggunakan masker di depan rumah.

Gelagat aneh sudah diperlihatkan keduanya.

Selain tak membuka maskernya, kedua orang ini tidak mau masuk ke dalam rumah korban.

“Saya tidak melihat masuk rumah, mereka transaksinya di luar saja (depan rumah). Tidak mau masuk ke rumah. Padahal biasanya juga transaksi di dalam rumah,” tuturnya.

Dia mengingat, sehari sebelum kejadian antara suaminya dan pembeli mobil ini sempat berkomunikasi melalui pesan singkat yang intinya akan membeli mobil Jazz tersebut.

“Sebelum deal (setuju) berarti memang ada komunikasi,” timpal Wayan Sura.

Kemudian, pada Jumat sekitar pukul 11.30 Wita, Aiptu Suanda meninggalkan rumah dengan membawa sebuah tas yang di dalamnya berisi surat-surat mobil yang hendak dijual menuju sebuah bank untuk diajak transaksi.

Dan setelah itu Aiptu Suanda tak kunjung memberi kabar dan handphone-nya tidak bisa dihubungi.

“Berbagai upaya sempat dilakukan untuk mencari keberadaan adik saya. Termasuk, upaya pencarian secara niskala dengan nunas baos (minta petunjuk) kepada orang pintar. Tapi, hasilnya nihil,” ujarnya.

Wayan Sura dan Luh Rai juga menyampaikan bahwa Aiptu Suanda dikenal masyarakat sebagai sosok yang baik dan tidak pernah terlibat dalam masalah apapun.

“Bahkan masyarakat sekitar sini juga bilang suami saya itu baik sekali,” kenang Luh Rai.

Kini pihak keluarga menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian agar kasus ini diusut tuntas dan para pelaku bisa secepatnya dibekuk.

“Kami sudah ikhlas dan berharap pihak berwenang segera menangkap para pelaku ini,” harapnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved