Besok, Almarhum Istri Pejuang I Gusti Ngurah Rai Akan Dimakamkan
Jenazah rencananya diberangkatkan dari Jalan Nangka Denpasar, menuju batas Desa Carangsari di Kecamatan Petang
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Almarhum istri pejuang Bali, I Gusti Ngurah Rai rencananya akan dimakamkan pada 28 Desember 2017, besok.
Jenazah rencananya diberangkatkan dari Jalan Nangka Denpasar, menuju batas Desa Carangsari di Kecamatan Petang, menuju depan Puri Ngurah Rai.
“Selanjutnya jenazah dipindahkan ke joli kemudian diiringi masyarakat desa, kecamatan, adat, keluarga, sanak saudara, serta sahabat . Untuk berjalan menuju pemakaman di Setra Tua, jarak yang ditempuh sekitar 1,5 Km dari puri,” jelas cucunya, Gusti Agung Ayu Inda Trimafo Yudha, di Denpasar, Selasa (26/12/2017).
Wanita yang juga Ketua umum DPD Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi (Putri) Bali ini, mengisahkan Desak Putu Kari adalah saksi sekaligus pejuang yang membantu I Gusti Ngurah Rai melawan penjajah di Bali.
Bahkan menurut penuturan Inda Trimafo, neneknya tersebut kerap dipenjara penjajah dan itupun tidak hanya sekali.
Dalam perang kemerdekaan, Desak Putu Kari turut terlibat dalam perjuangan tersebut, dengan memberikan dukungan kepada suami untuk mempertahankan proklamasi 1945.
Bahkan dalam masa pertempuran, Puri pejuang Ngurah Rai di Carangasari dibakar Belanda.
"Anehnya Belanda hanya menyisakan kamar pribadi beliau (Ngurah Rai), dan nenek saya mengalami penangkapan kemudian dimasukkan ke dalam penjara salah satunya di Gianyar,” jelasnya.
Belanda kemudian membujuk Desak Putu Kari, agar mau membuka rahasia perjuangan dan dimana suaminya berada.
“Janji muluk-muluk ini, agar nenek saya mau berpihak kepada Belanda. Namun karena Desak Putu Kari tidak mau memenuhi permintaan Belanda itu, maka nenek saya dan kedua anaknya mendapatkan siksasan berat di penjara dan itu di luar peri kemanusiaan,” tegasnya.
Dengan usia yang sangat muda sekitar 16 tahun diperkiraan sudah dinikahi kakeknya, Desak Putu Kari berusaha menahan semua siksaan tersebut dalam penjara bersama tiga putra-putranya.
"Di antaranya I Gusti Ngurah Yudana, I Gusti Ngurah Tantra , termasuk ketika itu ayah saya I Gusti Ngurah Alit Yudha berusia sekitar 3 bulan yang merupakan putra bungsu juga merasakannya," katanya.
Sebagai istri komandan pasukan geriliya, imbuh Inda, hidup neneknya selalu dalam kejaran penjajah.
Sehingga neneknya kerap berusaha mencari perlindungan dari satu rumah ke rumah yang lain.
"Apalagi nenek saya sedang hamil tua anak ketiga dan itu ayah saya,” katanya.