Liputan Khusus

Perbekel Blak-blakan Soal Warga Munti Gunung Mengemis, Agung: Ada Faktor Kutukan Dewi Danu

menurut APJ, warga mengemis karena penyebab niskala. Menurut APJ, konon dulu warga Munti Gunung dikutuk tujuh turunan oleh Dewi Danu.

Penulis: Saiful Rohim | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Saiful Rohim
Kolase Suasana kampung Munti Gunung, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem. (inset) Perbekel Desa Tianyar Barat, Agung Pasrisak Juliawan. 

TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Perbekel Desa Tianyar Barat, Agung Pasrisak Juliawan, mengakui bahwa masalah gelandangan dan pengemis (gepeng) di Munti Gunung tidak mudah untuk diatasi.

Menurut APJ (panggilan akrab Agung Pasrisak Juliawan), dari 1.500 KK yang tinggal di Munti Gunung, sekitar 150-200 KK masih berkerja sebagai pengemis.

Sampai sekarang mereka tak mau beralih profesi menjadi petani atau pedagang.

APJ menjelaskan, sejumlah faktor menyebabkan warga Munti Gunung pilih kerja mengemis.

Satu diantaranya adalah infrastruktur desa yang rusak, terutama akses jalan masuk & keluar desa.

Di Munti Gunung, dari jumlah 6 ruas jalan kabupaten, hanya satu jalan yang baik kondisinya.

"Karena akses jalan rusak, warga di Munti Gunung susah menjual hasil kebun. Terpaksa hasil kebun dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Karena kondisi ini, mereka jadi mengemis ke luar Karangasem, demi dapat uang banyak," kata APJ, Jumat (2/2).

"Munti Gunung termasuk daerah tertinggal. Akses jalan hampir 90 persen rusak. Jalanan yang bagus cuma dari desa menuju Kulkul hingga Munti Gunung Induk," tambah APJ saat ditemui sekitar Taman Soekasada, Desa Adat Ujung, Karangasem.

Faktor kedua penyebab warga mengemis, kata APJ, adalah kemiskinan.

Dari 1.500 KK di Munti Gunung, hampir 350 KK berada dalam kemiskinan.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka pilih mengemis karena mendapatkan uang yang lebih banyak.

APJ menambahkan, biasanya warga mengemis ke luar kota ketika akan digelar upacara besar yang memerlukan uang banyak.

Dalam waktu seminggu mereka bisa dapat uang 1-3 juta rupiah, dan baru pulang.

"Saat ada upacara besar, warga banyak mengemis. Seminggu bisa bawa uang Rp 1- 3 juta. Penghasilan dari membuat kerajinan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seharinya," jelas APJ.

Faktor ketiga, menurut APJ, warga mengemis karena penyebab niskala. Menurut APJ, konon dulu warga Munti Gunung dikutuk tujuh turunan oleh Dewi Danu.

Mereka dikutuk karena tingkah lakunya. Sampai hari ini, kutukan itu masih tetap berjalan.

"Beliau (Dewi Danu) adalah putri cantik, Dewi Kesejahteraan. Beliau berencana cari pasangan dengan cara menyamar jadi pengemis. Beliau menguji warga Munti Gunung. Saat akan minta air, ternyata beliau malah diusir. Akhirnya warga dikutuk dan jadi pengemis," tutur APJ.

APJ mengaku terus melakukan pendekatan ke warga Munti Gunung yang mengemis.

Ia mengajak para pengemis itu untuk beralih profesi menjadi petani, peternak atau membuat sarana upakara.

Namun, pendekatan persuasif kerap tak berhasil, dan kebanyakan warga enggan mengikutinya. Dari ratusan KK yang mengemis, hanya belasan orang yang mau beralih pekerjaan.

Sisanya setia dengan profesi mengemis karena banyak mendapatkan uang.

"Hanya ada beberapa orang yang mau ikut pelatihan pembuatan sarana upakara. Mereka pun tak bertahan lama, dan ada beberapa yang mengemis lagi," kata APJ.

Melalui program desa wisata yang digagas desa setempat bersama pemerintah, APJ berharap jumlah pengemis di Munti Gunung bisa berkurang, bahkan kalau bisa tak ada satupun.

"Program Munti Gunung sebagai desa wisata sudah mulai dikembangkan. Semoga ini berjalan seperti yang diinginkan. Dan warga yang mengemis mau beralih profesi," harap Agung Pasrisak.

Selain itu, pihaknya juga telah membangun Pasraman Jiwan Mukti guna memberikan pencerahan ke warga.

Pasraman ini berfungsi untuk mengembalikan mental warga. Pasraman sudah terisi 20 orang anak dan ibu yang sebelumnya kerja mengemis.

Langkah terakhir yang akan ditempuh pihak desa untuk menekan jumlah warga pengemis adalah lewat jalur niskala.

Pihak desa, kata APJ, berencana menggelar guru piduka tahun 2018 untuk memohon agar kutukan dicabut sehingga masyarakat di Munti Gunung tidak mengemis lagi.

"Bulan apa akan digelar guru piduka, saya masih belum tahu. Rencananya tahun ini kita gelar. Memohon agar kutukan Dewi Danu dicabut," harap pria asli Tianyar Barat.(*)

         

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved