Simpang Ring Banjar

Merinding, Pemedek Rasakan Ada ‘Ikan Panjang’ Sentuh Kaki Saat Melukat di Pancoran Solas

Menurut Ngakan Suarsana, pada masa dahulu kala, pancoran solas hanya merupakan mata air biasa di bantaran sungai melangit

Tribun Bali/Muhamad Fredey Mercuri
Pancoran Solas 

Ada yang mengeluhkan sulit mendapat keturunan, dan setelah melakukan pemelukatan beberapa kali, kini dianugerahi keturunan.

Ada pula pemedek asal Tabanan yang membawa kerabatnya lantaran menderita Agoraphobia (takut ditempat ramai).

Setelah delapan kali dibawa melukat, akhirnya bisa kembali seperti sedia kala.

Ngakan Suarsana juga mengatakan, jumlah pemedek akan meningkat drastis saat memasuki purnama, tilem, serta hari liburan. Jumlahnya pun mencapai 800 orang.

Selain hari-hari tersebut, pemelukatan juga sangat ramai pada momen banyu pinaruh (setelah saraswati).

“Satu hari setelah hari raya saraswati, banyak pemedek yang kesini, untuk memohon air pengetahuan. Biasanya dari pagi sejak pukul 04.00 wita, jika dihitung jumlahnya mencapai ribuan,” bebernya.

Selain pancoran solas, hal yang menjadi icon unik dari Banjar Guliang Kawan yakni sebuah pohon keramat yang diyakini berusia 400 tahun.

Pohon yang disebut cenana (cendana) oleh masyarakat sekitar ini tumbuh di jaba Pura Dalem Tengaling.

Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, sejak dahulu bagi masyarakat yang ingin melakukan pertunjukan tari, janger, joged hingga ngelawang, terlebih dahulu melakukan persembahyangan di pohon ini.

“Kepercayaan tersebut masih dilakoni hingga saat ini. Sebab sempat saat pementasan tari, tanpa dilakukan persembahyangan, penarinya mengalami kerauhan. Begitupun saat ngelawang barong, jika tidak didahului dengan persembahyangan di pohon ini, maka tidak akan mendapat uang sepeserpun. Sempat sekitar tahun 90an, anak-anak muda disini melakukan ngelawang barong hingga wilayah ubud, saat pulang tidak mendapat uang satupun. Namun jika diawali dengan persembahyangan, tidak sampai jauh sudah mendapat upah,” ujarnya.

Tak hanya untuk pementasan tari maupun ngelawang.

Beber Suarsana, sejak dulu pohon tersebut kerap didatangi oleh orang-orang yang hendak mencari ilmu kesaktian.

“Jaman saya SD dulu juga banyak orang-orang yang melakukan meditasi mencari kekuatan. Ada beberapa yang telah mendapatkan paica berupa keris hingga mirah delima. Namun hal tersebut kembali pada jodoh, serta kepercayaan masing-masing,” tandasnya. (mer)

Berita selengkapnya dapat dibaca di Harian Tribun Bali edisi Sabtu (10/2/2018)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved