Sejarah Budaya Tionghoa di Bali, Hingga Munculnya Barong Landung

Bali merupakan daerah dengan seribu keragaman budaya, salah satunya akulturasi budaya Cina yang merupakan sejarah dari Barong Landung.

Editor: Eviera Paramita Sandi
Barong Landung 

Liputan wartawan Tribun Bali I Kadek Supriadi

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Tahun baru Cina atau yang sering disebut Imlek, dirayakan pada hari ini, jumat (16/2/2018).

Bali merupakan daerah dengan seribu keragaman budaya, salah satunya akulturasi budaya Cina yang merupakan sejarah dari Barong Landung.

Diceritakan pada jaman Bali Kono terdaapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Balingkang.

Kerajaan tersebut dipimpin oleh Raja yang bernama Sri Jaya Pangus.

Kerajaan yang dipimpin Sri Jaya Pangus amatlah makmur, dari segi militernya maupun dari perdagananya.

Singkat cerita datanglah seroang pedagang dari Cina yang kaya raya tertarik menjalin hubungan kerja sama dengan Raja Sri Jaya Pangus.

Pedangang Cina tersebut memiliki putri yang sangat cantik bernama Kang Ching Wei membuat Sri Jaya Pangus jatuh cinta padanya dan akhirnya menikah.

Namun setelah bertahun-tahun menikah mereka tak kunjung memiliki anak, ini membuat Sri Jaya Pangus mengalami kesedihan yang teramat dalam.

Sri Jaya Pangus memutuskan untuk berkelana ke hutan untuk mencari pencerahan, hingga sampai lah beliau di danau yang terletak di kaki Gunung Batur.

Disana beliau bertapa selama beberapa tahun, hingga penunggu danau tersebut bernama Dewi Danu datang menghampirinya.

Melihat Dewi Danu yang cantik akirnya Sri Jaya Pangus menikahinya dan dikaruniai seorang anak.

Di kerajaan, Kang Ching Wei amatlah gelisah, karena sang suami tak kujung pulang, dan dia pun memutuskan untuk mencari sang suami.

Di tengah perjalanan Kang Ching Wei berhadapan dengan pusaran angin yang menghempaskanya ke danau tempat suaminya bertapa.

Betapa terkejutnya dia melihat suaminya bersama Dewi Danu, lalu memutuskan untuk menyerangnya.

Dengan kesaktian Dewi Danu akirnya Kang Ching Wei kalah, tak tega melihat istri pertamanya kesakitan, akhirnya Sri Jaya Pangus melindunginya.

Melihat hal tersebut memuncaklah kemarahan Dewi Danu lalu mengutuk mereka berdua menjadi patung.

Menyadari kesalahan yang dibuat oleh Dewi Danu, dia bersama anaknya pergi ke kerajaan.

Di kerajaan dia menceritakan semua yang telah terjadi dan mengatakan anak yang bersamanya adalah anak dari Sri Jaya Pangus.

Rakyat Balingkang pun akirnya mengangkat anak itu sebagai penerus kerajaan, dan untuk menghormati Raja dan Permaisurinya rakyat Balingkang membuat sepasang arca atau barong, yang disebut dengan Barong Landung.

Menurut Jero Mangku Gede, "inilah perwujudan akulturasi budaya Cina dengan Hindu Bali, menggambarkan Barong Landung yang perempuan berwajah wanita Cina cantik, dan yang pria berjawah seram denan taring yang panjang, ini adalah wujut dari ajaran "Ruwa Bineda" yang membedakan baik dan buruk."(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved