Dharma Wacana
Dharma Wacana: Cenderawasih sebagai Manuk Dewata
Selama ini, masyarakat Hindu di Bali kerap bertanya-tanya terkait penggunaan seekor burung Cenderawasih dalam ritual Pitra Yadnya.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM -- Selama ini, masyarakat Hindu di Bali kerap bertanya-tanya terkait penggunaan seekor burung Cenderawasih dalam ritual Pitra Yadnya.
Burung yang habitatnya berada di Indonesia bagian Timur ini, oleh umat Hindu di Bali diyakini sebagai ‘Manuk Dewata’.
Dalam ritual Pitra Yadnya, Cenderawasih ini diyakini sebagai wahana para atman (roh), untuk menuju Swah Loka (surga).
Perlu kita ketahui, agama Hindu di Bali adalah perpaduan dari sekte-sekte Hindu di dunia.
Namun ajaran sekte yang paling kuat pengaruhnya, ialah perpaduan antaran Siwa Sidhanta dengan Tantrayana.
Sekte Tantrayana memusatkan kepercayaannya pada Bhatari Bhairawa (Durga atau Kali).
Konsep pemujaannya dilakukan dengan mengubah benda material menjadi simbol-simbol. Hal ini menjadi kuat, lantaran di dalam ajaran Siwa Sidhanta juga memberikan ruang untuk kepercayaan simbol tersebut.
Ajaran Siwa Sidhanta tidak hanya terpusat pada Jnana (pengetahuan), Yoga (memusatkan pikiran), tetapi juga ada ajaran Kriya (ritual atau upacara) dan Charya (membangun tempat suci).
Ketika kita berbicara tentang ritual, di sini kita diajak untuk melakukan pendekatan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan tindakan simbolik. Di situ ada unsur yantra, mantra, mudra, aksara dan mandala.
Dalam kolaborasi ajaran Siwa Sidhanta dan Tantrayana, unsur yantra (simbol yang diwujudkan manusia untuk mengkonsentrasikan baktinya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa) ini sangat diperhatikan.
Karena itulah, di dalam praktik agama Hindu di Bali, kita banyak melihat benda-benda biasa yang memiliki arti yang mendalam. Satu contohnya ialah burung Cenderawasih, sebagai Manuk Dewata.
Untuk mengetahui penetapan Cendrawasih sebagai Manuk Dewata, kita harus kembali pada konsep Tantrayana.
Di sana dikatakan, sarana upakara yang paling sulit dicari, maka nilainya sebagai persembahan sangatlah tinggi.
Pada zaman dahulu, tentunya burung Cenderawasih ini sangat sulit didapatkan. Sebab hanya hidup di Papua, yang jaraknya 2.569 kilometer (km) dari Bali.
Selain jauh, burung ini juga sulit ditangkap karena suka bertengger di popohonan yang tinggi, di dalam hutan yang lebat. Di samping itu, burung ini juga memiliki fisik indah.