Bassist Navicula Kecelakaan
Dikenal Angker, Ini Cerita Dibalik Adanya Patung Bayi Sakah, Dekat TKP Kecelakaan Bassist Navicula
Bagi sebagian besar masyarakat Bali, tidak asing lagi dengan patung berbentuk bayi ukuran raksasa di simpang tiga Jalan Raya Sakah
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Eviera Paramita Sandi
Rapat pertama ternyata tidak menghasilkan keputusan.
Kebanyakan dari peserta rapat kala itu mengajukan ide untuk membangun patung wayang, dan patung Kapten I Wayan Dipta.
Menurut penjelasan dari Gus Balik, kalau patung wayang, dan patung Kapten I Wayan Dipta, tidak akan menjadi kebanggaan masyarakat Bali khususnya di Gianyar.
Sebab, kata dia, kalau di daerah lain dibangun patung pejuang dan wayang, maka patung yang akan dibuat itu tidak akan menjadi kebanggaan lagi bagi masyarakat Bali khususnya Gianyar.
Akhirnya, setelah dilaksanakan rapat kedua, diputuskanlah untuk membangun patung Sang Hyang Brahma Lelare itu.
Brahma Lelare adalah patung yang berwujud bayi.
Wujud bayi dipilih karena sesuai filosofi bahwa bayi adalah simbol kelahiran manusia di dunia.
Lantas, mengapa patung itu dibangun di Jalan Raya Sakah, tepatnya di Banjar Belah Tanah?
Mungkin itulah yang menjadi pertanyaan sebagian besar masyarakat Bali.
Menurut penjelasan Gus Balik, simbol Siwa Budha itu dibangun di sana karena tanah yang terdapat di simpang tiga Jalan Raya Sakah itu, secara niskala disebut Blah –Tanah-Sake-Ah, artinya di tengah belahan tanah, terdapat sebuah sake (adegan) dan ah (tidak ada batas antara atas dan bawah).
“Blah Tanah, Sake Ah, itulah Hyang Tibe. Di sebelah barat patung itu kan ada pura Hyang Tibe,” ucap pria berusia 64 tahun ini.
Selain itu, dalam Bahasa Kawi, Gus Balik juga membuka filosofi Sang Hyang Brahma Lelare: Ang Ung Mang, Wijil Sang Hyang Tri Sakti. Sang Buk Buk Sah, Sang Hyang Gagak Aking—Patemuaning Siwa Budha Sakti Patwa Sang Hyang Brahma Lelare Pinake Ratuning Wisesa.
Secara garis besar, Gus Balik mengatakan filosofi itu bermakna pertemuan antara sakti Siwa dan sakti Budha yang disebut Sang Hyang Widhi.
“Saktinya Siwa dan saktinya Budha di sana bertemu dan itulah yang sebenarnya dicari-cari oleh seluruh umat beragama,” tuturnya.
Untuk penjelasan yang lebih dalam, Gus Balik enggan untuk menjelaskannya.