Liputan Khusus

FANTASTIS! Meski Dikepung Pasar Modern 16 Pasar di Denpasar Sumbang Angka Rp 23 M Per Tahun

Kendati pasar modern seperti mal atau plaza dan department store terus bertambah jumlahnya di Denpasar, eksistensi pasar tradisional di kota ini

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/ Rizal Fanany
Suasana relokasi pedagang Pasar Badung di gedung Eks Tiara Grosir di Jalan Cokroaminoto, Denpasar, Bali, Minggu (1/5/2016). Mulai kemarin seluruh pedagang mulai berjualan di Eks Tiara Grosir. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kendati pasar modern seperti mal atau plaza dan department store terus bertambah jumlahnya di Denpasar, eksistensi pasar tradisional di kota ini ternyata tidak menciut atau surut.

Bahkan, dilihat dari sudut sumbangannya bagi pendapatan daerah, pasar tradisional di Denpasar ternyata tak bisa dipandang sebelah mata di tengah makin merebaknya pasar modern.

Berdasarkan data yang diperoleh Tribun Bali, pendapatan yang diterima oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Kota Denpasar dari 16 pasar tradisional secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dalam lima tahun terakhir.

Padahal, selama 5 tahun belakangan ini setidaknya ada tambahan dua pasar modern di Kota Denpasar.

Dalam 5 tahun terakhir, total pendapatan yang diperoleh PD Pasar Kota Denpasar dari 16 pasar tradisional yang dinaunginya adalah sekitar Rp 117,64 miliar atau rata-rata sekitar Rp 23,52 miliar per tahun.

“Pendapatan yang kita tetapkan selalu tercapai. Jadi ini artinya belum ada pengaruh secara signifikan keberadaan pasar modern terhadap eksistensi pasar tradisional,” kata Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah (PD) Pasar Kota Denpasar, Ida Bagus Kompyang Wiranata, saat ditemui di kantornya pekan lalu.

Pendapatan dari pasar tradisional itu, kata Wiranata, dihimpun dari hasil pungutan tempat berjualan, uang sewa, dan pendapatan bina usaha.

PD Pasar Kota Denpasar menaungi 16 pasar di Kota Denpasar. Mereka adalah Pasar Badung Pagi, Pasar Badung Malam, Pasar Kumbasari Pagi, Pasar Kumbasari Malam, Pasar Lokitasari, Pasar Suci Sari Jaya, Pasar Kereneng, Pasar Asoka, Pasar Sanglah, Pasar Satrya, Pasar Pidada, Pasar Ketapian, Pasar Abiantimbul, Pasar Anyar Sari, Pasar Gunung Agung, Pasar Gunung Agung Malam.

“Jumlah 16 itu sudah bertambah, dari sebelumnya sebanyak 15 pasar,” kata Wiranata, yang mantan anggota DPRD Kota Denpasar itu.

Selain 16 pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar, di Kota Denpasar juga terdapat 34 pasar tradisional yang dikelola oleh Pemkot Denpasar melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Denpasar.

Ciri Khas

Budaya tawar menawar dan keakraban sosial antara pedagang dan pembeli merupakan ciri khas sekaligus kekuatan pasar tradisional, yang sulit dijumpai atau disamai oleh pasar modern.

Oleh karena itu, menurut Wiranata, ketika ritel modern belakangan ini khawatir dan bahkan sudah tergerus pasarnya oleh kehadiran online shopping (belanja secara online lewat internet), pasar tradisional bisa dikatakan tak goyah.

Suasana khas pasar tradisional yang natural, kata Wiranata, tak mudah untuk ditiru.

“Pasar online belum mampu sepenuhnya menjual apa yang dijual di pasar tradisional. Pasar online, sebagian besar menjual produk-produk baru. Masih sedikit yang menjual produk olahan makanan, apalagi sarana upacara,” kata Wiranata.

Bahkan kehadiran transportasi online yang menawarkan juga jasa pembelian makanan-minuman dengan sistem antar (delivery), dianggap makin menguntungkan pasar atau pedagang tradisional daripada merugikannya. 

Ciri khas berupa keakraban sosial dan tradisi tawar menawar itulah yang merupakan diferensiasi atau keunggulan komparatif pasar tradisional yang harus terus dijaga; sembari pasar tradisional berupaya memodernisasi diri secara fisik.

Khususnya dalam hal memberikan kenyamanan berbelanja, termasuk dalam hal kebersihan. 

Kenyamanan berbelanja dan kebersihan itulah yang bisa ditemukan di Pasar Sindhu, Sanur, Denpasar. Karena itu, pasar tradisional ini mampu menarik wisatawan mancanegara dan lokal untuk mampir berbelanja.  

Bukan sekadar mampir, tak jarang warga asing justru lebih memilih berbelanja di pasar tradisional. Darren Wilson, misalnya. Ia bersama keluarganya beberapa kali ke Pasar Sindhu, Sanur, Denpasar. Bersama istri dan ketiga anaknya, Wilson datang ke Pasar Shindu untuk menikmati makanan dan jajanan pasar. 

"Saya bersama keluarga ke sini untuk mencari makanan, karena makanan di sini enak. Suasananya juga khas dan tradisional, dan harga-harga murah. Terlebih lagi saya akan tinggal di Bali selama 6 bulan, jadi saya harus menekan bujet saya," kata Darren Wilson kepada Tribun Bali, Sabtu (19/5). 

Pagi hari Pasar Sindhu menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari seperti sayur, buah, daging, bumbu, dan ada juga stan yang menjual bahan atau alat untuk keperluan upacara adat. 

Sedangkan pada sore hari, para pedagang di sana menjual aneka jenis makanan tradisional. Wisatawan lokal maupun mancanegara berbaur untuk menikmati  pengalaman berbelanja dengan suasana pasar tradisional sekaligus untuk memenuhi kebutuhan mereka. 

Mereka terlihat asyik menikmati jenis makanan khas Bali dan daerah lainnya  seperti sate, bakso, nasi campur, mie ayam, dan lain-lain.

Ada juga jajanan tradisional Bali yang dijual dengan harga terjangkau, apalagi bagi kantong turis. 

Suasana pasar khas dan tempatnya cukup lega membuat pembeli, termasuk turis asing, betah bertahan di sana. 

"Saya bersama anak. Di sini mereka bisa leluasa bermain sembari menunggu makanan karena halaman pasar yang cukup luas," imbuh Darren.

Tantangan Tak Ringan

Bagaimanapun, Wiranata mengakui bahwa tantangan pasar tradisional ke depan juga tak ringan. Ia menyebutkan, menjamurnya toko modern (minimarket/swalayan) dari yang ukuran kecil hingga sangat besar, yang menjual juga aneka kebutuhan dapur sehari-hari, itu harus dicermati pengaruhnya ke depan oleh pasar tradisional.

Bahkan, toko modern juga tidak sedikit yang berfungsi seperti kafe atau warung. Mereka melayani pembelian makanan-minuman yang diolah di situ, dan kemudian menyediakan tempat untuk menikmatinya atau tempat nongkrong.

Apabila pasar tradisional tidak merevitalisasi fisik, SDM pedagang dan ragam layanannya, maka di masa mendatang dikhawatirkan pasar tradisional akan kalah bersaing dengan toko modern.

“Pedagang di pasar tradisional banyak menjual kebutuhan sehari-hari yang tak bertahan lama seperti sayur-mayur, ikan, daging dan sejenisnya. Kini toko modern pun jual sayur, daging, ikan dan produk-produk lain yang sebelumnya hanya bisa ditemui di pasar tradisional. Toko modern jelas merupakan pesaing, apalagi jumlahnya menjamur,” jelas Wiranata.

Untuk menghadapi gempuran pasar pasar modern, PD Pasar Kota Denpasar telah bekerjasama dengan Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) untuk meningkatkan kualitas keamanan, kenyamanan, dan kebersihan pasar tradisional di Denpasar.

“Kami sudah membuat kebijakan tiga pasar menjadi contoh pasar dengan standar kebersihan. Yakni Pasar Gunung Agung, Pasar Ketapian, dan Pasar Sanglah. Di Pasar Ketapian sudah terlihat hasil upaya kami bersama Asparindo. Pasar Sanglah masih berupaya mengejar,” jelasnya. (Win/Zan)

Simak video lengkapnya di bawah ini: 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved