Berita Banyuwangi

Rekomendasi PVMBG Antisipasi Longsor Gunung Raung

Di musim curah hujan yang tinggi, kawasan Bukit Pendil di Gunung Raung, beberapa kali mengalami longsor

Editor: Irma Budiarti
Surya/Istimewa
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sosialisasi laporan hasil kajian pemeriksaan gerakan tanah/longsor di Banyuwangi. 

TRIBUN-BALI.COM, BANYUWANGI - Di musim curah hujan yang tinggi, kawasan Bukit Pendil di Gunung Raung, beberapa kali mengalami longsor.

Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG) Bandung, telah memeriksa longsor yang terjadi di perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso itu.

Perekayasa Madya PVMBG Bandung Imam Santosa, menyampaikan tiga rekomendasi langkah menghadapi longsor, berdasarkan laporan hasil kajian pemeriksaan.

Imam mengatakan, seperti longsor yang terjadi September 2017 lalu, menyebabkan Bukit Pendil di Pegunungan Raung ambrol, sehingga material longsor sekitar 2 juta meter kubik.

"Setelah kami lakukan pemeriksaan, longsor dipastikan akibat curah hujan yang tinggi, yang mengakibatkan banjir bandang bercampur lumpur di sepanjang sungai Badeng," kata Imam.

Imam menambahkan, akibat air hujan dengan intensitas tinggi itu akhirnya mengikis permukaan tanah di lereng gunung, sehingga menimbulkan pergesaran tanah atau yang dikenal dengan longsoran.

“Sudah kami cek langsung ke atas, ternyata hutannya masih sangat lebat. Jadi bukan karena hutan gundul seperti yang kami duga. Kesimpulannya, ini murni faktor alam yaitu curah hujan yang tinggi sehingga mengakibatkan pergeseran tanah,” terang Imam.

Berdasar pantauan PVBMG, lanjutnya, areal longsor di hulu sungai Badeng tersebut cukup luas.

Longsor yang terjadi di kawasan Raung ini mencapai ketinggian 390 meter dengan lebar 40-50 meter.

“Ini bukan akibat kontaminasi manusia. Karena lokasi longsor ini di hutan yang sangat tinggi, yang sangat susah dijangkau, sehingga mustahil bagi orang melakukan aktivitas di lokasi semacam ini, seperti menebang pohon, alih lahan dan lainya. Kemarin saja, untuk cek lokasi longsornya, saya dan tim butuh lima jam perjalanan menuju lokasinya,” katanya.

Karena itu, menurut Imam, ada tiga rekomendasi yang bisa dilakukan Banyuwangi.

Pertama, pemasangan Closed Circuit Television (CCTV), agar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bisa memantau debit sungai.

Bila ada potensi banjir bandang bisa cepat diketahui dan dilakukan aksi kedaruratan.

"Saya kira BPBD Banyuwangi bisa memprakarsai itu," kata Imam.

Kedua, pembangunan forum tanggap bencana desa-desa yang dilewati sungai Badeng.

Anggotanya bisa kepala desa atau kepala dusun yang dilengkapi alat komunikasi smartphone atau handy talky.

Cara ini bisa memanfaatkan pencari madu dan pencari burung di hutan, itu bisa dioptimalkan untuk segera mengabarkan bila ada hujan lebat dan potensi banjir bandang.

Ketiga, pembangunan check dam atau bendungan pengendali banjir di sungai Badeng.

Namun pembangunan ini membutuhkan biaya dan waktu yang paling lama.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banyuwangi Fajar Suasana menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi dari PVBMG tersebut.

Pihaknya memastikan akan segera membentuk tim khusus pemantau kondisi di hulu.

“Akan ditindaklanjuti. Kami akan melibatkan warga pencari burung atau madu dengan cara meningkatkan pengetahuan mereka tentang tanda-tanda potensi banjir. Jadi saat mereka ke hutan dan melihat tanda-tanda itu, mereka bisa segera melaporkan kepada kepala desa setempat,” kata Fajar.

Dia menambahkan, Banyuwangi sendiri sudah melakukan berbagai upaya mitigasi banjir bandang.

Mulai dari normalisasi aliran sungai, pembersihan sendimentasi, hingga pelatihan penanggulangan bencana bagi relawan dan warga daerah potensi terdampak bencana.

“Ini kami lakukan dengan kolaborasi bersama SKPD terkait,” katanya. (haorrahman)

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved