Simpang Ring Banjar

Ngelawang Agung Sebagai Prosesi Pembersihan, Cara Krama Banjar Serokadan Sambut Hari Raya Kuningan

Krama Adat Desa Pakraman Banjar Serokadan punya acara sakral yang rutin digelar setiap Hari Raya Kuningan yakni Ngelawang Agung

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
Istimewa
Suasana Tradisi Ngelawang Agung di Desa Pakraman Serokadan pada hari raya Kuningan enam bulan lalu. 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Krama Adat Desa Pakraman Banjar Serokadan punya acara sakral yang rutin digelar setiap Hari Raya Kuningan yakni Ngelawang Agung.

Tradisi ini merupakan warisan leluhur sejak zaman kerajaan hingga kini tetap lestari.

Bendesa Adat Desa Pakraman Serokadan, I Dewa Gede Oka, Jumat (8/6/2018) mengungkapkan, Desa Pakraman Serokadan, secara wilayah kedinasan masuk dalam Desa Abuan, Kecamatan Susut.

Wilayah ini merupakan salah satu desa tertua di Bali setelah Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng.

Hal ini dibuktikan dengan berstananya abu dari raja Bali yang bernama Sri Adikunti Ketana, yang disimpan dalam Pura Hyang Candri Manik.

Sebab itu pula, krama wilayah sekitar tidak ikut nyungsung ke Pura Kehen Bangli.

“Tak hanya abu, baju raja kala itu masih ada. Mirip seperti rompi, dan akan segera kami kaji bersama dengan pihak purbakala,” ucapnya.

Sebagai salah satu desa tertua, terdapat sejumlah tradisi unik di Desa Pakraman Serokadan, yang merupakan warisan leluhur dan tetap dilestarikan sejak zaman kerajaan dulu.

Seperti ngelawang agung, atau disebut juga barong ngunya.

Tradisi ini bertujuan untuk pembersihan lingkungan dari energi-energi negatif.

Berbeda dengan ngelawang pada umumnya, ngelawang agung yang digelar pada Hari Raya Kuningan ini menggunakan seluruh duwe desa, yakni berupa delapan buah barong yang disakralkan.

Seperti Ratu Lingsir, Ratu Gede Anom, Ratu Mas, Ratu Gede Tameng, Ratu Gede Alit.

“Khususnya ratu lingsir, ini merupakan duwe desa yang paling tua. Usianya dipercaya telah mencapai ribuan tahun,” ujar Dewa Oka.

Prosesi ngelawang agung, kata Dewa Gede Oka, digelar pada pukul 13.00 wita hingga sore hari.

Mula-mula prosesi diawali dengan sebuah upacara, dilanjutkan dengan barong-barong yang disakralkan medal secara bersamaan, dan berkumpul di suatu tempat.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved