Simpang Ring Banjar
Panglingsir Gelar Sumpah Api, Rangkaian Ritual Tahunan Usaba Sumbu
Setiap tahun, Desa Asak, Kecamatan Karangasem menggelar Usaba Sumbu yang diperingati setiap sasih kasa untuk nangluk merana
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Setiap tahun, Desa Asak, Kecamatan Karangasem menggelar Usaba Sumbu.
Ritual tahunan ini diperingati setiap sasih kasa selama satu minggu Bandesa Adat Asak, Jro Dukuh Ketut Sutha, menjelaskan, Aci Usaba Sumbu untuk nangluk merana.
Mereka memohon keselamatan untuk umat manusia, kesuburan untuk pertanian dan perkebunan.
Usaba Sumbu sesungguhnya bermakna agar terhindar dari segala marabahaya.
Harapannya hasil pertanian meningkat dan tak dirusak hama penyakit.
Menurut Jro Dukuh Sutha, sumbu yang didirikan di Pura Muter dan Bale Agung berisi simbol-simbol hewan pengrusak tanaman.
Di antaranya kalibangbung (kupu - kupu), burung, dan omang - omang.
Sedangkan pada bagian atas, ada bidadari sebagai simbol kesejahteraan.
Sebelum upacara ini dimulai, teruna desa mendirikan sumbu di Pura Muter.
Sore harinya, dilanjutkan dengan mesumpah api (mecapah) oleh pelingsir desa yang ngayah di pura.
Jumlah penglingsir (krama saing) adalah 24 orang.
Mesumpah api diikuti oleh para sedahan, pemangku, de bahan, serta de ngempet Desa Adat.
Mereka mengelilingi api yang ada di lepekan.
Selama mesumpah, api tak boleh padam walau hujan angin datang.
"Seandainya api mati, itu menandakan bahwa ada kesalahan saat ngayah. Dulu pernah ada kejadian seperti itu, tapi sudah lama. Walaupun hujan petir, api harus tetap berjalan dan menyala," tegas Jro Dukuh Sutha.
Esok harinya acara dilanjutkan dengan membuka sumbu di Pura Muter, dan dipindahkan ke Bale Agung.
Malam harinya, sumpah api digelar kembali di Bale Agung oleh penglingsir Desa Adat.
Kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan tarian khas Desa Asak.
Jro Dukuh Sutha menambahkan, Usaba Sumbu adalah rangkaian nedunan Ida Bhatara Bagus Selonding di Bale Agung.
Proses nedunan memakai gamelan dan tari - tarian selonding.
Selama penedunan jalan raya ditutup, serta lampu dipadamkan.
Selama Usaba Sumbu, juga diadakan upacara Usaba Kaulu.
Maknanya untuk menyeimbangkan alam semesta.
Menurut Bandesa Jro Dukuh Sutha, prosesi ini mecerminkan pengorbanan Nandini kepada Syiwa, yang menggunakan sarana sapi jantan.
Demi kesuciannya, sebelum dipersembahkan, sapi dimandikan dan dihias.
Kemudian sapi dibawa ke Pura Patokan dan diputar tiga kali.
Sayo (teruna) yang berperan menjagal sapi juga mengelar ritual di pura dengan membawa senjata Sudamalo.
Usai prosesi persembahyangan di Pura Patokan, sayo keluar dan berjejer di sekitar jalan raya.
Sapi yang dilepas di jalan, lalu dikejar dan ditusuk hingga mati.
Sayo dilarang menusuk bagain kepala dan ekor.
Sayo yang mengenai kepala serta ekor, akan dikenai denda.
Jarang Lari ke Barat
Menurut Jro Dukuh Ketut Sutha, seandainya sapi berlari ke arah utara, maknanya kesuburan akan menghampiri.
Bagi krama Desa Adat Asak, utara simbol kesuburan.
Jika ke arah selatan, menyimbolkan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebijaksanaan.
Sedangkan arah timur bermakna kebahagian, dan arah barat simbol kegelapan.
Biasanya sapi lari ke arah utara, selatan, dan timur.
Sangat jarang sapi lari ke arah barat.
Setelah prosesi persembahan sapi jantan selesai, krama kembali menggelar persembahyangan.
Daging sapi kemudian dihaturkan ke Pura Patokan untuk prosesi pecaruan.
Selain itu, juga nantinya dimakan oleh teruna – teruni Desa Adat sebagai wujud kesenangan.(*)