Simpang Ring Banjar

Pusat Kota Tua Zaman Kerajaan, Presensi Krama dengan Alat Kuno

Lokasinya yang mewilayahi Pura Kehen Bangli menjadi saksi sejarah tentang Kerajaan Bangli kala itu

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Pura Kehen Bangli 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Sejuk dan asri suasana di Banjar Pekuwon, Kelurahan Cempaga, Bangli.

Lokasinya yang mewilayahi Pura Kehen Bangli menjadi saksi sejarah tentang Kerajaan Bangli kala itu.

Pada masa kerajaan, wilayah Banjar Pekuwon dan Banjar Gunaksa merupakan satu kesatuan.

Untuk Banjar Pekuwon disebut sebagai Banjar Abian, lantaran wilayahnya yang berbukit sehingga digunakan masyarakat sekitar untuk bercocok tanam dan berkebun.

Sedangkan banjar Gunaksa disebut dengan Banjar Bias.

Sementara nama Pekuwon sendiri merupakan pengaruh dari kerajaan Majapahit, yang sejatinya bernama Pakuan Kong.

Pakuan berarti pusat atau macekin dan Kong yang artinya kakek atau leluhur.

“Bisa dibilang Pakuwon artinya pusat kota tua. Sebab dulunya pusat kerajaan memang berada di sini, sebelum akhirnya dipindahkan ke utara Pasar Kidul,” ujar Klian Banjar Pekuwon, I Wayan Suartama.

Ada semacam tradisi peninggalan leluhur di Banjar Pekuwon, untuk mendata krama pengemong sebanyak 33 KK (30 KK Banjar Pekuwon, dan 3 KK Banjar Gunaksa) dalam suatu petedunan.

Tradisi ini disebut dengan pemugeran dan hingga kini masih tetap dilestarikan oleh pengemong Pura Kehen.

Kata Suartama, pemugeran adalah sebuah alat presensi kuno dari kayu, dengan sisi depannya terdapat cabang-cabang yang juga dari kayu.

Absensi ini dilakukan untuk menandai krama yang tidak hadir dalam petedunan, untuk diberikan sanksi yang dibayarkan pada saat pesangkepan (35 hari).

“Absensi dilakukan oleh jero penyarikan, dan hanya beliaulah yang tau caranya. Ada tiga macam tanda yang disebut dengan dosa. Yakni berupa benang, pita warna putih, dan pita warna merah,” ujarnya.

Dedosaan atau denda berupa benang merupakan tingkatan terendah, dengan sanksi Rp 1.000 untuk satu ikat.

Pita warna putih adalah dedosan dengan sanksi standar, yang satu ikatnya bernilai Rp 2.000.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved