Gempa Bumi Palu & Donggala

410 Jenazah Mengapung di Pantai Talise, Jumlah Korban Gempa di Palu Diperkirakan Terus Bertambah

Hingga Sabtu (29/9) siang, petugas telah mengevakuasi 410 jenazah yang ditemukan di sekitar Pantai Talise

Editor: Ady Sucipto
Tribunnews/Irwan Rismawan
Warga melihat jenazah korban gempa dan tsunami di Kota Palu, Sabtu (29/9/2018). Ratusan jenazah ditemukan di Pantai Talise. 

BNPB bersama dengan pemangku kepentingan akan terus berupaya untuk menghidupkan gardu-gardu tersebut sehingga, dapat menghidupkan komunikasi yang sempat terputus.

Jembatan Kuning yang menjadi jembatan lengkung ketiga di dunia dan menjadi ikon Kota Palu, hancur dihantam dahsyatnya gempa dan tsunami.

Bukan hanya itu, akses darat menuju Palu, baik dari Makassar dan sekitarnya juga sempat terputus akibat tanah longsor yang diakibatkan oleh gempa berkekuatan 7,4 SR.

Bandar udara Mutiara SIS Al-Jufrie yang mengalami kerusakan di runway sepanjang 500 meter, kini telah dibuka kembali dan akan diprioritaskan untuk bantuan dan logistik serta evakuasi warga menuju Makassar.

Tebing Bawah Laut Longsor

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menganalisis terjadinya tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, terlebih soal bagaimana gelombang air laut yang setinggi 6 meter bisa menerjang daratan.

Gelombang setinggi 6 meter sebelumnya dikatakan oleh Sutopo.

"BMKG bilang tinggi bisa mencapai 3 meter kan, tapi ternyata lebih, bahkan 6 meter. Analisis kami, itu tadi karena ada tebing bawah laut yang longsor dan volume air laut yang kemudian bertambah," ujarnya di Gedung BNPB, Jakarta, kemarin.

Dia berhipotesis karena tsunami terjadi di teluk, yakni Teluk Palu, terdorong oleh air yang merupakan hasil longsor tebing bawah laut itu. "Karena teluk itu kan dia menjorok ketika ke daratan," tambahnya.

Dari sana, dirinya menjelaskan gelombang yang volume airnya besar itu pun menerjang daratan dengan kencang, karena terakumulasi dengan gelombang yang dibawa dari laut atau dari longsor bawah laut. "Jadi mungkin awalnya di mulut teluk enggak terlalu besar, tapi begitu dia terdorong dari belakang dan teramplifikasi, itu akan naik dan kecepatannya juga tinggi," katanya.

Sukmandari menyebut kecepatan gelombang tsunami di Teluk Palu mencapai 250 km per jam. "Dia karena didorong terus oleh gelombang dari belakang, jadi semakin tinggi gelombangnya," imbuhnya.

Lebih lanjut Sukmandaru menjelaskan, longsor dasar laut itulah yang membawa komponen tanah atau pasir sehingga air laut di Teluk Palu berbeda dengan air di Donggala.

"Air laut di Teluk Palu lebih keruh dibanding di Donggala, makanya waktu tsunami kelihatan airnya agak kekuningan," ujarnya.

Sukmandaru menambahkan, banyaknya aliran sungai-sungai di Palu yang bermuara ke laut dan membawa komponen pasir dan tanah, juga mengakibatkan tanah itu mengendap di dasar laut.

Namun, ia menilai masih ada kemungkinan lain jika gempa darat memicu tsunami. "Dan itu perlu diteliti lagi ya," tukasnya. (tribun network/ryo/dit/coz)

Sumber: Tribun Bali
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved