Objek Wisata Hutan Ampupu Kembar Kintamani Sediakan Spot Selfie, Memancing hingga Kamping

Sempat menjadi kawasan hutan kumuh dan kurang terawat, wilayah Hutan Ampupu Kembar kini menjadi objek wisata baru

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Fredey Mercury
Sejumlah wisatawan mengunjungi objek wisata Ampupu Kembar Kintamani, Sabtu (18/12/2018) 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Sempat menjadi kawasan hutan kumuh dan kurang terawat, wilayah Hutan Ampupu Kembar kini menjadi objek wisata baru. Lokasinya mudah dijangkau serta menawarkan keindahan alam hutan. Ini menjadi daya tarik bagi wisatawan yang jenuh akan penatnya rutinitas.

Objek wisata Ampupu Kembar terletak di jalan jurusan Pura Jati, Kintamani menuju Toya Bungkah, Kintamani. Objek wisata ini menawarkan tiga hal, mulai dari lokasi swafoto, memancing, hingga kamping.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Ampupu Kembar, Jero Gede Kasuma mengatakan, objek wisata ini baru dibuka pada 3 Desember 2017. Meski masih seumur jagung, rata-rata kunjungan wisata terbilang cukup tinggi didominasi lokal.

"Kunjungan wisatwan terbagi dalam dua musim. Dalam musim kemarau rata-rata kunjungan mencapai 80 hingga 100 orang per hari. Sedangkan musim penghujan seperti saat ini, jumlahnya tergolong menurun. Per hari hanya 10 orang berdasarkan data sejak awal bulan Desember. Tapi nanti saat musim libur sekolah dan hari raya akan ramai kembali," ujarnya.

Awalnya wilayah sekitar hanyalah hutan biasa yang di beberapa titik cukup kumuh dengan banyaknya sampah plastik. Meski demikian, lokasi ini diakui tetap menjadi tujuan favorit wisatawan yang lewat untuk melakukan swafoto, maupun prawedding.

"Mulai dari sini, kami ajak masyarakat sekitar untuk bersama-sama membangun sebuah objek wisata. Di satu sisi memberdayakan masyarakat sekitar, di sisi lain juga mengenalkan masyarakat dengan pariwisata, tanpa melupakan keahlian mereka sebagai petani. Karena apabila hutan seluas 21,2 hektare ini tidak dikelola. Terlebih dari BKSDA tidak ada larangan jika wilayah hutan dikelola, selama tidak merusak hutan," jelasnya.

Masyarakat yang semula awam dengan pariwisata, mulai terbuka wawasannya dengan menyalurkan beragam buah pikiran.

Namun pengembangan pariwisata baru memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Minimnya modal membuat pihaknya terpaksa menggunakan alat sekadarnya.

Contohnya, kukusan nasi dari anyaman bambu yang diwarnai untuk digantung. Awalnya pihakhya ingin menggunakan payung, namun cara kreatif warga sekitar dinilainya unik sehingga urunglah niat penggunaan payung.

Selanjutnya persiapan camping ground, dari pembuatan gapura dari anyaman rotan maupun bale bengong.

"Jujur saja pengembangan pariwisata dari awal kami memulainya dari nol artinya tanpa bantuan modal sama sekali. Untuk itu juga, pengembangan selanjutnya masih diupayakan secara bertahap," tuturnya.

Berjalan selama satu tahun, sudah ada perubahan di kalangan masyarakat. Terbukti saat ini, masyarakat sekitar sudah mulai sadar dengan lingkungannya dan ikut menjaga kebersihan.

"Secara bergiliran tiap pagi masyarakat bersih-bersih disini secara ngayah. Karena biar bagaimanapun, objek wisata inilah yang nanti bisa ikut menopang perekonomian mereka," tegas Jero Kasuma.

Pria asal Desa Songan ini mengatakan, untuk pengembangan fasilitas objek wisata, nantinya akan diambil setengah dari tiket retribusi. Sedangan Rp 5.000 sisanya menjadi kas BKSDA.

Mengenai rencana pengembangan selanjutnya, pihaknya akan mengarah ke pembuatan homestay yang berbau alam dengan berlokasi di pinggir danau. Di samping itu pihaknya juga akan membuat kantin, lampu di malam hari, serta  memperbanyak spot selfie.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved