Serba Serbi
4 Kala Hadir di Kamis Wuku Medangsia, Lihat Ala Ayuning Dewasanya
Pada Wrespati Wuku Medangsia hari ini terdapat Kala Rumpuh, Kala Asuajag, Kala Jangkut, Kala Maguneb
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dalam susunan kalender Bali dikenal istilah ala ayuning dewasa yang berarti baik-buruknya suatu hari dalam melakukan aktivitas atau kegiatan tertentu.
Dewasa atau padewasan yang biasa disebut ilmu wariga ini, seperti yang dijelaskan dalam buku Ala Ayuning Dewasa Ketut Bangbang Gede Rawi yang ditulis oleh Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga, adalah cara untuk mengidentifikasi hari yang baik dan hari yang jelek (buruk).
"Jelasnya (padewasan itu adalah) pengetahuan untuk menentukan hari baik dan hari jelek," tulisnya.
Dijelaskan dalam buku yang ditulis Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga tersebut, pada sistem ala ayuning dewasa ini juga dikenal istilah pangkakalan, yakni munculnya kala-kala tertentu yang dijadikan pembanding untuk menentukan baik-buruknya dewasa.
Karena seringkali terjadi ketika padewasan berdasakan wuku, wewaran, penanggal-panglong dan sasih sudah baik, namun pada sistem pangkakalannya jelek.
Pada Wrespati Wuku Medangsia (Kamis, 1/1/2019) seperti tertulis dalam kalender yang disusun Alm. I Ketut Bangbang Gede Rawi dan putra-putranya, terdapat Kala Rumpuh, Kala Asuajag, Kala Jangkut, Kala Maguneb.
Dalam buku Ala Ayuning Dewasa Ketut Bambang Gede Rawi yang ditulis oleh Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga menjelaskan kehadiran Kala Rumpuh dan Kala Asuajag.
Sementara Kala Jangkut dan Kala Maguneb Tribun Bali melansir dari laman kalenderbali org.
1. Kala Rumpuh
Kala Rumpuh sebagai ketentuan dewasa yang jelek guna memulai beternak hewan, membuat rumah maupun pindah rumah.
Kemunculannya pada Redite Wuku Merakih; Soma Wuku Julungwagi dan Medangkungan; Budha Wuku Sungsang, Tambir, Bala, Ugu dan Wayang; Wrespasti Wuku Langkir, Medangsya, Kerulut, Uye dan Perangbakat; serta Saniscara Wuku Matal, Menahil, Kelawu dan Dukut.
2. Kala Asuajag
Mengenai Kala Asuajag, ia memilikái dua ketentuan, ada Kala Asuajag Munggah alias naik, dan Kala Asuajag Turun. Munggah atau turunnya Kala Asuajag menyebabkan padewasan yang berbeda.
Kala Asuajag Munggah memunculkan dewasa baik untuk memasang jaring, tapis, sabang namun jelek untuk menanam tanaman.
Kehadirannya pada Redite Wuku Matal, Soma Wuku Warigadean, Anggara Wuku Bala, Budha Wuku Kuningan, Wrespasti Wuku Dukut, Sukra Wuku Pahang dan Saniscara Wuku Ukir.
Sedangkan untuk Kala Asuajag Turun, dewasa yang baik untuk berburu dan menanam tanaman berumbi.
Kala Asuajag Turun hadir pada Redite Wuku Gumbreg, Soma Wuku Menahil, Anggara Wuku Sungsang, Budha Wuku Wayang, Wrespasti Wuku Medangsya, Sukra Wuku Sinta dan Saniscara Wuku Merakih.
Saat ini Wrespati Wuku Medangsia maka yang hadir adalah Kala Asuajag Turun.
3. Kala Jangkut
Kala Jangkut kehadirannya dipercaya sebagai hari baik untuk membuat pencar, jaring, senjata yang hadir hanya pada saat Pepet Kajeng.
4. Kala Meguneb
Kala Maguneb sebagai padewasan yang baik untuk membuat paketok (perangkap landak) dan santeb (semacam perangkap binatang) yang hadir hanga pada Wraspati Wuku Medangsia.
Sebagai informasi, cakupan mengenai ala ayuning dewasa ini sangatlah luas dengan menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia melalui perhitungan parameter tertentu.
Perhitungan yang dimaksud berupa pawintangan yang ditetapkan berdasarkan letak bintang dalam mengelilingi matahari; sasih yang berhubungan dengan penentuan musim berdasarkan peredaran gerak semu matahari dan juga bulan yang mengelilingi bumi; dan wuku tentang ilmu ruas-ruas kumpulan binatang tertentu yang berporos di bumi.
Selain itu juga berpedoman pada wawaran yakni tentang nama-nama hari dan dedaunan yang dipakai sebagai ilmu pembagian waktu dalam satu hari.
Menurut Ida Pandita Empu Yogiswara di Griya Manik Uma Jati, dalam ala ayuning dewasa ini memang tidak terlepas dari adanya wariga-wariga seperti wuku, ingkel dan di dalamnya terdapat larangan-larangan.
Ida Pandita pun menjelaskan bahwa ala ayuning dewasa ini juga tidak terlepas dari adanya ala ayuning dina (hari), ala ayuning sasih (bulan) dan ada ala ayuning nyet (pikiran).Jadinya, meski ada larangan-larangan namun jika pelaksana kegiatan memiliki pemikiran yang positif maka hal tersebut boleh dilakukan.
"Sekarang ada ala ayuning nyet. Nyet itu pikiran. Kalau kita memang pikiran itu hening dan tidak akan kena apapun yang namanya musibah itu, itu boleh karena kita yakin," jelasnya.(*)