Warga Dilarang Membuat dan Mengarak Ogoh-ogoh ini, Sehingga Tak Dinilai Menyimpang
Warga Dilarang Membuat dan Mengarak Ogoh-ogoh ini, Sehingga Tak Dinilai Menyimpang
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Gianyar, telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait Hari Suci Nyepi Saka 1941, Kamis (24/1/2019).
Dalam pembuatan ogoh-ogoh, masyarakat dilarang membuat perwujudan Panca Pandawa, Rama dan karakter baik lainnnya.
Sebab ogoh-ogoh merupakan simbul bhuta kala, yang harus dimusnahkan saat manusia memasuki alam sunya atau dalam hal ini Nyepi.
Serta, dilarang menggunakan alat musik selain gambelan Bali.
Kepala Kesbangpol Gianyar, Dewa Alit Mudiarta mengatakan, larangan yang tercantum dalam surat edaran, telah berdasarkan kesepakatan dengan Pemkab Gianyar, FKUB, MADP, PHDI, TNI/Polri hingga KPU Gianyar.
Dimana, rapat pembahasan dilakukan 9 Januari 2019.
“Hari ini, kami sebarkan SE terkait perayaan Haru Suci Nyepi. Satu di antara sejumlah larangan ialah, dilarang membuat ogoh-ogoh karakter baik. Sebab hal itu menyimpang dari filosofi keberadaan ogoh-ogoh dalam Hari Pengerupukan,” ujarnya.
Adapun rincian SE tersebut seperti berikut; Bentuk perwujudan ogoh-ogoh disesuaikan dengan sastra agama.
Tak dibenarkan membuat bentuk dan perwujudan Panca Pandawa, Rama dan sejenisnya yang melambangkan kebaikan.
Pengarak ogoh-ogoh dilarang menggunakan atribut politik/partai politik, dan tidak mencitrakan partai politik, caleg maupun capres.
Dalam pembuatan ogoh-ogoh, kata Dewa Alit, dilarang menggunakan bahan-bahan berbahaya atau merusak lingkungan, seperti plastik, styrofoam dan bahan berbahaya lainnya.
“Diharapkan menggunakan bahan ramah lingkungan. Terkait pengarakan, sedapat mungkin dilakukann di kawasan desa pakrama setempat sampai pada pukul 22.00 Wita. Jika akan melewati kasawan desa pekraman lain, supaya melakukan koordinasi dengan prajuru desa yang dilewati maupun perbekel atau lurah,” ujarnya.
Dewa Alit menegaskan, musik yang mengiringi pegelaran ogoh-ogoh ini, wajib menggunakan gambelan Bali.
Sebab pada Nyepi sebelumnya, terdapat sejumlah pemuda menggunakan musik disco, yang dinilai mengkerdilkan adat dan budaya Bali.
“Kami juga melarang pembunyian alat petasan. Sebab kondisi saat ini sangat sensitif terhadap bunyi menggelegar, dimana hal itu dapat menggangu ketertiban umum,” ujarnya.
Terkait pelaksanaan Nyepi, kata Dewa Alit, di sana telah diatur agar suasana ‘sipeng’ berlangsung selama 24 jam, dari pukul 06.00 Wita.
“Pelaksanaan Catur Bharata Penyepian agar diawasi dengan ketat dan seksama oleh Pecalang Desa/Banjar masing-masing dibawah koordinasi prajuru desa atau adat,” ujarnya. (*)