Simpang Ring Banjar

Bhisama Patih Ki Kebo Iwa, Bangunan Tak Boleh Pakai Bata dan Kayu Jati

Masyarakat Desa Adat Kapal, Mengwi Badung masih memegang keyakinan untuk tidak membangun rumah atau apapun yang berbahan batu bata dan kayu Jati

Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali / Prasetia Aryawan
(Foto tidak terkait berita) Areal depan Pura Desa lan Puseh Kapal tepatnya di Jalan Raya Kapal, Mengwi, Badung, Kamis (5/10/2017). 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Masyarakat Desa Adat Kapal, Mengwi Badung masih memegang keyakinan untuk tidak membangun rumah atau apapun yang berbahan batu bata dan kayu Jati.

Jika melanggar, diyakini bakal tidak pernah menemukan kebahagiaan hidup.

Begitu juga krama Banjar Basang Tamiang, Desa Adat Kapal yang masih percaya akan adanya hal tersebut.

Bendesa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana mengatakan, hingga kini warga Desa tidak berani melanggar pantangan tersebut.

Ia mengatakan, pantangan terebut sebenarnya dilatarbelakangi adanya Bhisama Patih Ki Kebo Iwa dari Blahbatuh Gianyar yang datang ke Kapal untuk melakukan pemugaran pura.

Baca: Kehadirannya Ditunggu, Yamaha MT-15 Banyak Diminati Konsumen di Bali, Begini Spesifikasinya!

Baca: Mantan Kekasih Vanessa Angel Mandala Shoji Kini Jadi Buron

Baca: Sensasi Menyedot Sumsum Sapi, Sotography Tawarkan Menu Soto Kuah Gurih Kaya Rempah-rempah

Ia menjelaskan saat itu Ki Kebo Iwa merenovasi Pura Sada yang termuat dalam lontar Bali kuno Dalem Bedahulu.

Diceritakan sekitar tahun isaka 1260 atau 1338 masehi, Bali yang masih saat itu dikuasai oleh Dalem Bedahulu sangat serius memperhatikan tempat suci.

Salah satu yang mendapat perhatian adalah Pura Sada yang ada di Kapal.

"Ketika melihat Pura Sada, Dalem Bedahulu langsung memerintahkan patih Kebo Iwa merenovasinya. Kebo Iwa datang bersama trah pasek yang merencanakan renovasi itu," ujarnya.

Ketika melakukan renovasi Ki Kebo Iwa terlebih dulu melakukan semedi di Pura sada.

Dari meditasi itu, ia mendapat bisikan untuk membangun Bale Agung Taro terlebih dahulu.

Seiring pembangunan Bale Agung Taro, Pura Saba juga rencananya direnovasi.

Baca: Coach Teco Fokus Latihan Taktik Bola Mati, Hati-hati Turunkan Pemain di Leg Kedua

Baca: Kunjungan Wisatawan Tiongkok Menurun, Tapi Tetap Peringkat Teratas

Baca: Gunawan Dwi Cahyo Berlabuh ke Bali United karena Motivasi jadi Juara Liga 1 Indonesia

"Pada saat pembangunan berlangsung, Ki Kebo Iwa kekurangan bata, hingga akhirnya ia mencari bata hingga ke Kediri Tabanan dengan menggunakan kayu jati sebagai alat pikulnya," jelasnya.

Ketika waktu renovasi tiba, bahan bangunan justru hilang.

Usut punya usut ternyata masyarakat setempat yang mencuri bata Ki Kebo Iwa tersebut.

Begitu juga kayu yang digunakan patah.

Saat itu KI Kebo Iwa murka hingga mengeluarkan bhisama.

"Kebo Iwa mengutuk, bila ada yang menggunakan bata merah mereka akan tidak menemui kebahagiaan selamanya. Dari itulah sampai saat ini tidak ada warga yang berani menggunakan dua bahan itu (batu Bata dan Kayu jati) sebagai bahan bangunan. Kalau menggunakan keluarga akan cekcok," paparnya.

"Pernah warga melanggarnya, namun memang kejadian keluarganya tidak harmonis. Setelah ditanyakan secara niskala, diminta untuk membongkar bangunan yang berbahan bata," tungkasnya.

Baca: Hasil Studi: Kendati Bikin Ketagihan, Bermain PUBG dan Fortnite Bisa Tingkatkan Produktivitas Kerja

Baca: IMLEK 2019 – Tahun Ini Memasuki Shio Babi, Bagaimana Maknanya?

Baca: Tas Daun Pandan Ramai Dipesan, Dampak Pergub Pembatasan Plastik

Organisasi Dituntut Rutin Berkegiatan

Semua organisasi yang ada di Banjar Basang Tamiang, Kapal dituntut untuk rutin melakukan kegiatan.

Dengan adanya kegiatan termasuk juga parum atau rapat itu membuktikan organisasi masih aktif.

“Adanya rapat itu menjadi ciri bahwa bahwa organisasi itu aktif,” ujar Kelian Adat Banjar Basang Tamiang, I Putu  Suardiawan.

Semua organisasi yakni sekaa teruna dan juga PKK kegiatannya sangat banyak.

Selebihnya saat ada upacara di banjar maupun di pura yang ada di Banjar Basang Tamiang.

Dilihat dari segi tatanan masyarakat atau krama banjar, di Banjar Basang Tamiang masyarakatnya dibagi menjadi tiga yakni masyarakat asli Kapal, pendatang, dan kaum Brahmana.

Bahkan menurutnya di Banjar Basang Tamiang juga terdapat tiga kelompok Pura Dalem.

“Itu di banjar banyak ada kukul, karena setiap masing-masing kelompok memiliki kukul. Begitu juga berbagai jenis tipe suara pada kukul tersebut. Terdapat kukul dalem tiga, sekaa teruna dan sekaa angklung," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved