Gunakan Sistem Penggerak Hidrolika, Pembuatan Ogoh-Ogoh di Tainsiat Dibantu Mahasiswa Poltek & Unud

Teknologi modern dengan menggunakan sistem penggerak hidrolika yang mampu menggerakkan setiap sendi atau tumpuan ogoh-ogoh.

Penulis: Noviana Windri | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/Noviana Windri Rahmawati
Pemuda STT Yowana Saka Bhuwana tengah mengerjakan ogoh-ogoh dengan sistem penggerak hedraulika di Banjar Tansiat, Denpasar Utara, Bali, Kamis (7/2/2019) malam 

Laporan Wartawan Tribun Bali/Noviana Windri Rahmawati

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari Pengerupukan dan pawai ogoh-ogoh dilakukan sehari sebelum Hari Raya Nyepi di seluruh banjar di Pulau Bali.

Ogoh-ogoh dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum Hari Raya Nyepi oleh para pemuda di setiap banjar.

Salah satunya adalah ogoh-ogoh milik STT Yowana Saka Bhuwana di Banjar Tainsiat, Denpasar Utara yang setiap tahunnya selalu ditunggu-tunggu masyarakat.

Ketut Gede Arya Narendra (24) Selaku ketua umum STT Yowana Saka Bhuwana menyebutkan persiapan ogoh-ogoh baru mencapai 40 persen.

"Untuk tahun ini kita masih prepare. Persiapan kita 40 persen bisa dibilang karena penggarapan kita dari akhir Januari bulan ini kita kebut-kebutan. Kita mulai buat ogoh-ogoh terhitung dari tanggal 20 Januari. Sebulan lebih lah penggarapannya,"

"Untuk yang buat ogoh-ogoh itu sekitar 15-25 orang. Untuk keseluruhan mulai musiknya gamelannya dan lainnya totalnya ada 70 orang" ucapnya saat ditemui Tribun Bali di Banjar Tainsiat, Denpasar Utara, Kamis (7/2/2019) malam.

Dia juga menambahkan ogoh-ogoh tahun 2019 mengusung konsep Bhutakala yang memadukan seni tradisional dengan teknologi modern.

Teknologi modern disebutkan dengan sistem penggerak hidrolika yang mampu menggerakkan setiap sendi atau tumpuan ogoh-ogoh.

"Temanya kita itu Bhutakala. Sudah dari tahun sebelumnya kita memanfaatkan teknologi. Tidak hanya sekadar tradisional tapi teknologinya juga kita coba untuk memodifikasi dengan ogoh-ogoh,"

"Untuk tahun ini kita buat ogoh-ogoh yang mampu bergerak dari posisi tidur hingga berdiri. Kalau tahun lalu itu dari posisi jongkok ke berdiri. Ogoh-ogoh tahun ini lebar 8 meter dan tinggi 8 meter. Dari posisi tidur ke berdiri itu yang saat ini menjadi berbeda dan ekstrem di tahun ini" jelasnya.

Baca: Denpasar Timur Petakan Wilayah Rawan Konflik dan Tambah 2 Titik Pawai Ogoh-ogoh

Baca: Kekeliruan Mengarak Ogoh-ogoh

Baca: Ini Kata Seniman Ogoh-ogoh Denpasar Soal Larangan Penggunaan Sound System dan Styrofoam

Sementara, material utama yang digunakan ogoh-ogoh STT Yowana Saka Bhuwana yaitu rotan, bambu dan besi.

"Pembuatan ogoh-ogoh di sini mulai dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi. Material ogoh-ogoh yang kita pakai ada dari rotan, bambu dan besi sebagai rangka sistem penggerak hidrolika dibungkus dengan koran, kertas, tidak sudah tidak pakai bahan sterofoam. Kita pakai bahan yang lebih ramah lingkungan," ucapnya.

Ia juga menambahkan tantangan dalam pembuatan ogoh-ogoh STT Yowana Saka Bhuwana dengan sistem penggerak hidrolika terdapat di gerakan antar engsel atau tumpuan yang bisa bergerak 90 derajat dan bekerja sama dengan mahasiswa teknik dari Poltek dan Unud.

"Susah susah gampang. Tantangannya ya gerakan antar engsel itu yang membuat kita susah untuk tahun ini. Karena kita yang pertama kali memakai sistem hidrolik yang seperti ini. Yang lain mungkin ada tapi lebih sederhana. Sementara ogoh-ogoh kita ini menggunakan sistem yang lebih rumit karena bergerak 90 derajat. Kita juga mengajak mahasiswa Poltek dan Unud dari jurusan teknik untuk ikut gabung merancang kontruksi tahun ini," tambahnya.

Dana yang dibutuhkan untuk membuat ogoh-ogoh STT Yowana Saka Bhuwana dengan sistem penggerak hidrolika tahun ini sebesar Rp 80 juta.

"Untuk tahun ini kita hampir menghabiskan sekitar 80 juta. Sedangkan tahun lalu kita habisnya 68 juta. Bedanya karena tahun ini kita memakai 4 alat sedangkan tahun lalu kita hanya memakai 1 alat. Anggarannya dari donatur, perusahaan, instansi dan warga sekitat banjar,"

Sayangnya, ogoh-ogoh STT Yowana Saka Bhuwana ini tidak diikutsertakan lomba karena tinggi ogoh-ogoh melebihi kriteria ketentuan lomba.

"Kita sudah tidak ikut lomba. Karena dari waktu kita sudah telat. Dari kriteria lomba jauh menyimpang karena dari tinggi yang ditentukan kita sudah berbeda. Tinggi ogoh-ogoh kita 8 meter. Sedangkan kriteria lomba 6 meter,"

"Kita pertama ikut tahun 2010 dan mendapat juara 1 di tingkat kecamatan Denpasar Utara dan juara 2 se-Kota Denpasar. Dan itu pertama kali ikut setelahnya tidak ikut lomba lagi hingga sekarang. Hanya ikut meramaikan dan melestarikan tradisi saja,"

"Semoga pas malam pengerupukan nanti tidak ada masalah besar seperti tahun lalu. Karena tahun lalu kita sudah teledor. Kita sudah hampir anjlok ogoh-ogoh-nya. Semoga tahun ini tidak terjadi masalah dengan rancangan kontruksi yang benar," tambahnya.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved