Panji Petualang Bahas Siswi SD Tewas Dipatuk Ular di Gianyar, 'Hati-hati dengan Ular Kecil Ini'

Di awal video, Panji yang ditemani dua temannya mengutarakan adanya kejadian di Bali mengenai seorang siswi SD yang meninggal karena dipatuk ular.

Penulis: Busrah Ardans | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Screenshot Youtube Panji Petualang
Panji Petualang memberikan edukasi tentang ular-ular berbahaya yang kerap berada di sekitar manusia. 

Laporan Wartawan Tribun Bali Busrah Ardans

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Beberapa waktu lalu seorang siswi SD Negeri 7 Gianyar diketahui beridentitas Ismi Nursaubah (10) tewas dipatuk ular misterius di rumahnya, di Kelurahan Samplangan, Gianyar, Rabu (27/2/2019), lalu.

Ular yang mematuk bocah itu memiliki ciri-ciri fisik badannya sebesar jari telunjuk, panjang sekitar 50 centimeter (cm) dan berwarna hitam.

Baca: Bocah SD di Gianyar Tewas Digigit Ular Misterius Sebesar Jari Telunjuk Saat Tidur di Kamar

Baca: Pawang Reptil Ungkap Jenis Ular yang Tewaskan Bocah SD di Gianyar, dari Cirinya Bukan Gigitan Kobra

Kabar ini menjadi perhatian sosok pecinta reptil Panji Petualang.

Melalui akun YouTube-nya Panji Petualang, dirinya mengungkapkan rasa duka mendalam kepada pihak keluarga.

Tidak lupa dirinya pun memberikan edukasi terhadap ular-ular berbahaya yang kerap berada di sekitar manusia.

Dengan judul 'Hati-hati Dengan Ular Kecil Ini', Panji Petualang mengingatkan agar masyarakat memahami jenis ular berbisa.

Tribun-bali.com mengonfirmasi video Panji Petualang yang diunggah, Minggu (3/3/2/2019), yang telah ditonton ratusan ribu pengguna YouTube.

Di awal video, Panji yang ditemani dua temannya mengutarakan adanya kejadian di Bali mengenai seorang siswi SD yang meninggal karena dipatuk ular.

"Jadi pembahasan kita malam ini ialah kejadian baru-baru ini yang menimpa seorang anak SD menjadi korban gigitan ular di Bali. Ularnya itu kecil, warnanya hitam. Sebelumnya kita turut berdukacita terhadap keluarga tersebut," kata Panji kepada dua temannya.

"Bijaknya ibu dari korban ini, saat dievakuasi ularnya, itu tidak dibunuh. Omongin ular kecil berbisa, itu banyak, di antaranya golongan Elapidae," ungkapnya.

"Elapidae itu golongan ular berbisa keluarga Kobra, Welang, Ular laut. Nah ular cabe juga merupakan ular mematikan. Malam ini kita coba cari di sekitar rumah saya karena saya pernah bertemu beberapa kali," kata Panji melanjutkan.

Dia menjelaskan, walaupun kecil tapi bisanya enam kali lebih kuat dari ular kobra.

Panji pun menyusuri sekitar rumahnya, apalagi kata dia kondisi malam itu usai hujan dan banyaknya semak-semak di sekitar rumahnya.

"Jadi ular cabe itu suka daerah adem, ketinggian, dan suka menuju lubang-lubang tanah yang memiliki air. Makanannya itu ampihibi kecil, juga ular lainnya yang lebih kecil darinya. Mereka aktif di malam hari, apalagi selesai hujan merupakan momen yang pas mencarinya," jelas Panji yang sudah memiliki 1,3 juta subscribers di akun YouTube-nya.

Panji menerangkan, areal sekitar rumah juga merupakan areal yang disukai ular jenis itu.

"Justru mereka lebih dekat dengan kita (manusia), mereka berada di lingkungan kita untuk mencari makanan. Dan mereka merasa cocok dengan tempat tinggal kita," terangnya.

Sekitar menit ke 8 Panji Petualang dkk berhasil menemukan ular Cabai itu dengan nama latin Calliophis Intestinalis yang merupakan ular berbisa sangat mematikan.

Jenis ular Cabai kecil, walaupun besarnya tidak sampai seperti jari kelingking, tapi ular ini punya bisa enam kali lebih kuat dari Kobra.

Ukurannya maksimal 30-40 Cm.

Di kepalanya ada garis bermotif cabang berbentuk huruf Y dan memiliki garis kuning atau putih sampai ke ekor belakang (stripe).

Kerennya saat dibalik ada warna hitam-putih dan bagian ekor ada warna merah.

"Ular ini cantik banget tapi ringkih. Karakternya pun pasif, tidak seperti ular berbisa. Tapi bagi teman-teman yang melihat saya memegang dengan free handle ini mohon jangan ditiru. Satu kali gigitan ular itu kita bisa mati dalam hitungan jam. Untuk manusia dewasa ada 4-5 jam bertahan hidup," jelas Panji Petualang merincikan dalam video berdurasi 12 menit itu.

Adapun, gejala-gejala yang timbul dari gigitan ular itu pada manusia ialah terasa mual, pusing, lemas, pandangan kabur, dan berakhir kematian.

Panji juga menuturkan, ular dengan bisa sangat berbahaya itu saat ini belum ada obat anti serum-nya (anti bisa).

"Informasi, untuk di Indonesia belum ada serum anti bisa ular cabai ini. Jadi kalian hati-hati ular ini sangat berbisa sekali, lebih berbisa dari Kobra. Kenali ciri-cirinya, jika dibalik ada belang-belang seperti ular Welang," tuturnya.

Panji Petualang pun mengevakuasi ular tersebut agar tidak diinjak oleh warga dan melepas-liarkan di tempat yang jauh dari warga.

Petualangan Panji pun belum usai karena pihaknya masih mencari beberapa ular yang biasa melintas di sekitar pemukiman warga.

Sebelumnya, seorang pawang reptil dari Bali Reptile Rescue Gumbrih, I Kadek Adi Saputra menjelaskan, kemungkinan korban dipatuk ular jenis weling atau bungarus, bukan ular sendok atau kobra.

Hal itu dia simpulkan dari keterangan sang paman, yang menyebut korban meninggal setelah berjam-jam dari patukan ular.

Sebab, Menurut pria yang biasa dipanggail Ray ini, jika dipatuk ular sendok atau kobra, biasanya korban meninggal dalam hitungan menit setelah gigitan.

Jenis ular weling atau bungarus, biasa masyarakat Bali menyebutnya Lipi Poleng ini aktif pada malam hari dan seneng berada di rawa-rawa atau semak-semak berair, serta di tumpukan bebatuan.

Ular ini sangat berbahaya dan menyebabkan kematian, apabila tak segera ditangani pascagigitan.

Gigitan jenis ular weling ini tidak sakit, namun menyebabkan rasa kantuk berat.

Racun yang dimiliki yakni hemotoksin dan neorotoksin.

Hemotoksin yang menyerang sel darah dan menyebabkan pendarahan. Jika neorotoksin, menyerang saraf dan jantung

"Karena racunnya yang menyerang saraf dan jantung, kemungkinan jika tergigit, menyebabkan kematian lebih cepat 30-60 menit," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved