Laporan Masuk ke Ombudsman 10 Ribu Lebih, Tak Semuanya Dapat Diproses
Prof Amzulian menyebut banyak laporan-laporan dari masyarakat yang sudah masuk ke Ombudsman seluruh Indonesia, bahkan jumlahnya di atas 10 ribu
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ombudsman RI perwakilan Bali menyelenggarakan kuliah umum dengan tema ‘Pelayanan publik Provinsi Bali dalam visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali menuju Bali era baru’ di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur Bali, Kamis (21/2/2019).
Kuliah umum dihadiri oleh pimpinan OPD Pemprov Bali dan ratusan insan Perguruan Tinggi se-Bali.
Kuliah umum menghadirkan keynote speaker Ketua Ombudsman RI Prof Amzulian Rifai.
Dalam pemaparannya, Prof Amzulian menyebut banyak laporan-laporan dari masyarakat yang sudah masuk ke Ombudsman seluruh Indonesia, bahkan jumlahnya di atas 10 ribu.
Namun tidak semua laporan bisa langsung diproses Ombudsman karena terdapat tiga hal yang mesti diperhatikan.
Baca: Sudah Putus tapi Masih Stalking Media Sosial Mantan, Bolehkah?
Baca: Nicky Tirta Ungkap Kondisi Pilu Vanessa Angel Kini, Mendekam di Penjara & Putus dari Bibi Ardiansyah
Pertama, karena memang tidak ditemukan pelanggaran administrasi (maladministrasi) dalam laporan tersebut.
“Dari jumlah itu namanya juga laporan masyarakat sehingga belum tentu juga semua itu adalah pelanggaran administrasi. Mungkin 50 persen yang bisa kita tindak lanjuti. Yang lainnya langsung kita tutup karena tidak ditemukan maladministrasi,” kata dia.
Kedua, bisa saja yang dilaporkan ke Ombudsman itu belum ada upaya menyelesaikannya di institusi terkait, sehingga harusnya tidak bisa suatu problem itu langsung dibawa ke Ombudsman.
Dan alasan Ketiga, karena pada saat yang bersamaan kasus yang dilaporkan sedang berperkara di pengadilan, sehingga tidak bisa juga diproses.
Baca: Polisi Gelar Rekonstruksi Perampokan Money Changer BMC di Benoa, Hadirkan 2 Pelaku WNA Rusia
Baca: Kapan Waktu yang Tepat Memesan Tiket Pesawat agar Dapat Harga Termurah? Berikut Informasinya
Adapun daerah yang masyarakatnya paling banyak melapor ke Ombudsman terkait pelayanan publik adalah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara.
Karena prinsipnya adalah semakin banyak masyarakat yang berurusan dengan lembaga pemerintahan, maka semakin banyak pula laporan akibat ketidakpuasan layanan kepada Ombudsman.
Ia menegaskan banyaknya laporan ke Ombudsman tidak berarti institusi yang dilaporkan itu pasti buruk.
Atau laporan yang sedikit kepada Ombudsman maka belum tentu institusi itu baik.
Menurutnya, kalau ada institusi yang jarang bersentuhan dengan masyarakat tentu laporannya menjadi sedikit.
Baca: TRIBUN WIKI - Hari Kartini hingga Kopassus, Tanggal Penting Bulan April Ini Diperingati Tiap Tahun
Baca: Penemuan Jasad Laki-laki di Dam Tanah Putih, Polisi Temukan Luka Lecet di Kepala
Sedangkan kalau institusi yang segala pelayanannya bersentuhan langsung dengan masyarakat tentu laporannya juga banyak.
Seperti kepolisian tentu banyak jumlah laporannya, tapi bukan maladministrasinya.
Sedangkan Kementerian Pertahanan pasti sedikit laporannya karena masyarakat tidak berinteraksi langsung dengan institusi tersebut.
“Paling orang yang berurusan dengan bahan peledak. Tidak semua kan berurusan dengan itu. Sedangkan kalau bercerita SIM (Surat Izin Mengemudi), setiap orang yang cukup umur membuat SIM. Kalau ada 10 persen aja yang komplain banyak itu jumlahnya,” terang Prof Amzulian.
Ia mengungkapkan, bermacam-macam problem yang dilaporkan, seperti masalah pertanahan dan pelayanan pemerintah daerah.
Baca: Pria 60 Tahun Ditemukan Tewas di Atas Panci Pembuatan Cendol Saat Api Kompor Menyala
Baca: Dulu Matematika dan Bahasa Inggris, Kini Bahasa Indonesia yang Jadi Momok saat UN SMP
“Kalau di Bali, saya dapat laporan bahwa soal pertanahan juga menjadi hal serius. Apa itu terkait masalah sertifikasi, kepemilikan, penyerobotan, alih fungsi lahan,” ucapnya.
Dikatakannya, sengketa pertanahan ini menjadi hal serius hampir di seluruh Indonesia.
Apalagi Bali tentu tanahnya terbatas, demand-nya tinggi dengan aktivitas yang luar biasa.
Bahkan Bali lebih serius problemnya karena seringkali melibatkan Warga Negara Asing (WNA) akibat seringkali terjadi penyelundupan hukum.
“Misalnya ada syarat WNA memiliki lahan dan usaha. Bisa saja mereka bekerja sama dengan orang lokal yang bisa menimbulkan problem hukum di kemudian hari. Ternyata hubungan keluarga diciptakan sementara saja, atau perkawinan yang diatur hanya untuk melancarkan bisinisnya di Bali. Problem-problem seperti itu mesti diantisipasi oleh daerah,” tuturnya.
Baca: Persiapan PKB 2019 Capai 75 Persen, Ini Perbedaan dari Tahun Sebelumnya
Baca: Persiapan Porprov Bali 2019, Asprov PSSI Akan Gelar Fitness Test Wasit
Gubernur Bali, Wayan Koster dalam sambutannya mengatakan untuk memperbaiki pelayanan publik di Bali, pihaknya berencana mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang standar pelayanan perizinan yang berlaku di Bali.
Sehingga nanti ke depan segala pelayanan perizinan di Bali akan distandarkan.
“Tergantung nanti jenis layanannya. Nanti ada syarat administrasi, aturannya seperti apa. Itu yang akan distandarkan. Saat ini kurang itu, pelaksanaan di lapangan jauh,” kata Koster.
Ia menyontohkan saat ini jika ada pengusaha yang ingin membangun vila, hotel dan apa saja terkait jasa pariwisata, di daerah Badung, Gianyar, Bangli berbeda-beda layanannya, padahal urusannya adalah sama.
“Ada yang satu tahun gak jelas nasibnya, bayar lagi dan ada yang singkat tapi gratis. Padahal yang diurus sama. Masyarakat tidak mendapatkan pelayanan yang sama. Ini harus ditata. Kami akan keluarkan Pergub untuk menstandarkan pelayanan perizinan ini,” tegasnya.
Baca: Dulu Matematika dan Bahasa Inggris, Kini Bahasa Indonesia yang Jadi Momok saat UN SMP
Baca: Persiapan PKB 2019 Capai 75 Persen, Ini Perbedaan dari Tahun Sebelumnya
Kegiatan kuliah umum juga dirangkaikan dengan penandatangan MoU terkait optimalisasi pelayanan publik antara Ombudsman RI dengan Perguruan Tinggi se-Bali.
Perguruan tinggi yang turut hadir antara lain Universitas Udayana, Universitas Warmadewa, Universitas Ngurah Rai dan STISPOL Wirabakti.
Mengapa Memilih Perguruan tinggi?
Menurut Kepala Ombudsman RI (ORI) perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab, karena perguruan tinggi menjadi basis untuk melahirkan para calon-calon pemimpin di masa depan.
“Jadi kalau mereka sejak awal mengetahui apa itu Ombudsman, apa itu maladministrasi tentu ke depan ketika mereka menjadi pemimpin, setidaknya sudah tahu apa yang harus dilakukan, sehingga kita fokus sekarang ke Perguruan Tinggi,” paparnya.
Umar menambahkan, kegiatan kuliah umum dalam rangka untuk menyampaikan terkait pola pengawasan Ombudsman kepada mahasiswa sehingga nantinya dapat menghasilkan calon pemimpin yang paham tentang good governance. (*)