Badung Ekspor Lobster ke Jepang, Tahun 2018 Produksinya Capai 63,36 Ton

Besarnya produksi Udang Lobster di Kabupaten Badung tak hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar di daerah tersebut tapi juga diekspor ke Jepang

Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Irma Budiarti
Dinas Perikanan Kabupaten Badung
Kabupaten Badung mengekspor produksi Lobster hingga ke Jepang. 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Besarnya produksi Udang Lobster di Kabupaten Badung tak hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar di daerah tersebut.

Bahkan para nelayan juga mengirim produksinya ke luar negeri.

Namun tidak menutup kemungkinan juga dipasarkan di cafe, hotel, restoran, dan rumah makan yang ada di Kabupaten Badung.

Dinas Perikanan Kabupaten Badung mengklaim hasil produksi Udang Lobster tersebut juga diekspor ke Jepang.

Karena banyak masyarakat Jepang yang mengonsumsi seafood.

"Hasil produksi Lobster nelayan di Badung juga diekspor ke Jepang. Kami bebaskan nelayan untuk pemasarannya karena mereka sudah sangat berpengalaman. Jadi mereka sudah tahu hasil tangkapannya itu apakah dijual ke pasar di sini (lokal) atau ekspor ke Jepang," ujar Kepala Dinas Perikanan, Putu Oka Swadiana, Sabtu (23/3/2019) kemarin.

Baca: Bali Masuki Musim Transisi dari Penghujan Menuju Kemarau, Berikut Perkiraan Cuaca 3 Hari ke Depan

Baca: Cegah Kejahatan Lintas Negara Melalui Genk Motor, AFP Bekerja Sama Dengan Polresta Denpasar

Menurutnya, produksi Udang Lobster di Kabupaten Badung lumayan besar.

Bahkan tahun 2018 lalu produksi Udang Lobster mencapai 63,36 ton.

Jumlah ini disebutnya mengalami peningkatan.

Pasalnya, pada tahun 2017 produksi Udang Lobster di Badung mencapai 60,30 ton.

"Tahun sebelumnya, tahun 2016 produksi Udang Lobster di Badung sangat besar. Bahkan lobster di Badung melimpah ruah yakni sebesar 101,6 ton. Namun, tahun selanjutnya mengalami penurunan karena diberlakukan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/Permen-KP/2016 Tertanggal 23 Desember 2016, tentang larangan penangkapan dan atau pengeluaran lobster (panulirus spp), kepiting (scylla spp) dan rajungan (portunus spp) dari wilayah NKRI," jelasnya.

Baca: Bentuk Plafon Kamar Tidur Mempengaruhi Rezeki Penghuninya, Ini Menurut Feng Shui

Baca: WNA Rusia Diamankan Setelah Selundupkan Anak Orang Utan yang Telah Dibius, Dimasukkan ke Keranjang

Peraturan tersebut, menurut Oka Swadiana untuk menjaga keberlanjutan lobster itu sendiri.

Sehingga keberadaan lobster tidak punah.

Begitu juga yang lainnya seperti rajungan dan kepiting.

"Karena dengan terbitnya Permen-KP tersebut maka penangkapan lobster betul-betul selektif dan juga tidak boleh menangkap lobster yang sedang bertelur, ” ungkap birokrat asal Kerobokan, Kuta Utara.

Lebih lanjut ia menjelaskan, besarnya produksi lobster pada tahun 2016 dan tahun-tahun sebelumnya karena penangkapan lobster masih bebas dan seenaknya.

Baca: Setiap Hari Lalu Lintas di Nusa Penida Crowded, Suwirta Usulkan Jalan Lingkar

Baca: Sering Depresi Saat Usia 20-an? Awas Daya Ingatan Berkurang Ketika Usia 50-an

Sehingga Lobster ukuran kecil maupun yang sedang bertelur juga ditangkap oleh para nelayan.

Hal ini menyebabkan populasi dan potensi Lobster menurun drastis.

Namun sekarang nelayan penangkap Lobster sudah sangat paham tentang perlunya ketaatan dan kedisiplinan terhadap Permen tersebut.

Sehingga populasi Lobster mulai pulih.

”Kalau sekarang para nelayan sudah tahu peraturan tersebut. Sehingga mereka tidak bisa seenaknya lagi melakukan penangkapan," ujar birokrat yang juga plt Dinas Pertanian dan Pangan Badung ini.

Baca: Kabupaten Se-Bali Akan Tampilkan Tarian Kolosal Daerah di Pawai PKB 2019, Jumlah Penari hingga 200

Baca: Gramedia dan Loop Adakan Simulasi SBMPTN 2019 Berbasis Web, Beri Hadiah untuk Peraih Nilai Terbaik

Selain karena penangkapan, pencemaran lingkungan oleh sampah khususnya sampah plastik, juga sangat berdampak pada perkembangan Lobster.

Disinggung mengenai peluang pasar yang ada, pihaknya mengaku peluang pasar sangat menggiurkan.

Karena Udang Lobster di Badung memiliki potensi cukup besar selain di wilayah Tabanan.

Bahkan termasuk komoditas perikanan ekonomis penting karena harga jualnya cukup tinggi dan bisa mencapai Rp 400.000/kg.

"Kalau peluang pasar banyak. Rumah makan di Kedonganan, hotel dan restoran juga membutuhkan Lobster untuk diolah menjadi menu makanan," ucapnya.

Ia berharap dengan adanya Permen-KP tersebut, para nelayan melakukan penangkapan Lobster dengan tidak melanggar aturan yang ada.

Sehingga Lobster di Kabupaten Badung bisa semakin berkembang biak.

"Kami juga berharap tahun 2019 ini produksi Lobster di Badung meningkat," tungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved