Raperda Provinsi Bali Soal Desa Adat, Dorong Bangun Pasraman di Tiap Desa Adat

Pembahasan mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Desa Adat Provinsi Bali terus berjalan.

Penulis: eurazmy | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/M. Ulul Azmi
Ketua Pansus Ranperda Desa Adat Bali, Nyoman Parta saat melakukan sosialisasi dengan mengundang jajaran Pemkot Denpasar, bendesa adat dan forum pecalang Kota Denpasar di Graha Sewaka Dharma, Lumintang, Sabtu (30/3/2019) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pembahasan mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Desa Adat Provinsi Bali terus berjalan.

Terbaru, ranperda tentang penguatan peran desa adat ini juga menyentuh ranah pendidikan terkait agama Hindu, khususnya pasraman. 

Peraturan soal pasraman ini sebagaimana diatur pada Bab IX bagian ketujuh Pasal 52 Ranperda, dengan total 7 butir ayat. Pasal tersebut mengatur berbagai hal mulai mempertegas keberadaan lembaga pasraman baik formal maupun non formal, penyelenggaraan pendidikannya bahkan hingga sumber pembiayaannya. 

Untuk diketahui, pasraman adalah lembaga pendidikan alternatif dalam mempelajari agama Hindu, pengembangan jati diri, integritas moral dan kualitas krama desa adat.

Bentuk pendidikan di pasraman nanti dibagi sesuai jenjang pendidikan sebagaimana umumnya, mulai setara tingkat PAUD hingga perguruan tinggi.

Perbedaannya, di sekolah formal agama Hindu diajarkan hanya sebatas sebagai ilmu pengetahuan; sedangkan di pasraman nanti pengajaran agama Hindu lebih dari itu. Bahkan meliputi tataran disiplin secara spiritual.

Demikian yang mengemuka pada sosialisasi dan pembahasan Ranperda Provinsi Bali tentang Desa Adat bersama jajaran pejabat Pemkot Denpasar, Bendesa se-Kota Denpasar, Ketua LPD se-Denpasar serta Forum Pecalang se-Kota Denpasar di Gedung Graha Sewaka Dharma Lumintang, Denpasar, Sabtu (30/3).

Ketua Pansus Ranperda Desa Adat dari DPRD Bali, Nyoman Parta menuturkan, penguatan desa adat dan ajaran Hindu melalui pasraman dirasa sangat mendesak. Hal ini mengingat semakin tergerusnya pemahaman keagamaan dan karakter generasi muda Hindu di tengah derasnya arus globalisasi saat ini.

Lembaga pendidikan pasraman, kata Parta, menjadi solusi jitu untuk mengantisipasi masalah tersebut. Peningkatan pemahaman dan pengamalan ajaran Hindu juga sastra Bali perlu terus dilakukan demi kehidupan generasi masa depan yang lebih baik.

''Adanya perda ini diharpan bisa menjadi payung hukum bagi desa adat yang memiliki kapasitas untuk membangun lembaga pasraman,'' ungkapnya.

Lebih lanjut, soal konsep sistem pendidikan pasraman nanti akan mengadopsi konsep boarding school yang lebih populer terlebih dahulu di agama Islam melalui pondok pesantren. 

Selama ini, kata Parta, belum pernah ada lembaga pasraman dengan sistem serupa pesantren.

''Selama ini memang belum pernah ada pasraman di Bali dengan sistem boarding school serupa pondok pesantren di agama Islam. Adanya selama ini kan pasraman kilat, jadi seminggu dua minggu sudah selesai. Kalo di pesantren kan full nginep muridnya,'' jelasnya. 

''Ya kalau memang sistemnya bagus meski dari agama lain kan gak papa kita adopsi kan?'' tambah Parta, yang juga sebagai Ketua Komisi IV DPRD Bali.

Lebih lanjut, penyelenggaraan pendidikan pasraman juga dibagi sesuai dengan jenjang pendidikan. Antara lain pratama widya pasraman A untuk setingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Untuk pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD), ada pratama widya pasraman.

Kemudian ada madyama widya pratama untuk pendidikan setingkat Sekolah Menengah Pertama, utama widya pasraman setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan maha widya pasramaan untuk pendidikan setingkat perguruan tinggi. 

Sementara, untuk tenaga pengajar hingga kurikulum pendidikan akan melibatkan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan instansi terkait.

''Soal ini, pasraman sangat berbeda dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan negara. Kalau pasraman kurikulumnya 60 persen tentang agama Hindu, 40 persen pelajaran umum," rinci Parta.

Dalam Ranperda juga tercantum rencana untuk mengatur sumber pembiayaan pasraman yang bisa diperoleh dari APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota serta sumber pendapatan lain yang sah dan tidak mengikat.

Parta menegaskan, tentang pendirian pasraman ini tidak sepenuhnya kaku, yaitu mewajibkan tiap desa adat membangun pasraman. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan desa adat masing-masing.

''Mungkin hanya desa adat per wilayah saja dengan kemampuan finansial yang besar, yang akan bangun pasraman. Desa adat sekitarnya bisa gabung di situ. Lagipula, kan tidak semua mau menginap di pasraman,'' ucap Parta.

Terlepas dari hal ini, kata Parta, Pansus siap dan terbuka untuk mengakomodasi aspirasi dari para bendesa adat dan prajuru adat lainnya di Kota Denpasar mengenai Ranperda Desa Adat itu. ''Kalau tidak ada aral, mungkin tanggal 2 April mendatang panperda ini bisa segera diketok palu menjadi perda,'' tutupnya.

Secara terpisah, Sekda Kota Denpasar, AAN Rai Iswara menghimbau kepada pengurus desa adat agar menyampaikan permasalahan-permasalahan yang muncul di masing-masing desa untuk dapat dicarikan jalan keluar melalui ranperda.

“Kegiatan ini semoga bisa menjadi bahan evaluasi dari pihak DPRD Provinsi Bali sebelum mengesahkan Ranperda Desa Adat menjadi perda. Kami sangat mengapresiasi kehadiran DPRD Provinsi Bali untuk mensosialisasikan Raperda ini ke kota Denpasar,” kata Rai Iswara.(azm)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved