Simpang Ring Banjar
Jaga Toleransi Lewat Majenukan, Digelar Usai Kerajaan Karangasem Ekspansi ke Lombok
Tradisi majenukan (melayat) di Desa Adat Ujung Hyang menjadi warisan leluhur yang mencerminkan keberagaman dan toleransi antara umat Hindu dan Islam
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Irma Budiarti
"Biasanya dua hari sebelum upacara kita beri jajan dan buah–buahan," tambahnya.
Pihaknya berharap, tradisi yang mempererat kebersamaan dan keberagaman terus dipupuk serta dilestarikan.
Warga diimbau untuk menjaga keberagaman.
"Prosesi perkawinan juga menjaga alat untuk mempererat kebersamaan. Seandainya saudara Muslim kawin, krama Hindu biasanya diundang. Begitu juga sebaliknya. Kerukunan harus dilestarikan," harap I Gusti Bagus Suteja, Minggu (31/3/2019).
Bentuk Satgas Keamanan Jagabaya
Desa Adat Ujung Hyang 3 tahun lalu membentuk satgas keamanan bernama Jagabaya.
Jaga berarti menjaga dan baya artinya marabahaya.
Baca: Arrow Archery Club Juara Umum Wali Kota Cup X 2019 Cabor Panahan
Baca: Zaman Serba Digital, Ubah Gambar dari Media Manual ke Digital
Jagabaya menjaga desa dari marabahaya apapun.
Gusti Bagus Suteja menjelaskan, anggota Jagabaya berasal dari Umat Hindu dan Muslim di Ujung Hyang.
Biasanya Jagabaya ditugaskan saat pengamanan hari raya besar seperti Hari Nyepi, Galungan, Idul Fitri, Kuningaan, dan hari raya lain.
"Sebenarnya saling menjaga saat hari raya besar sudah ada dari dulu. Wadahnya dibentuk sekitar 3 tahun lalu. Sampai hari ini masih aktif," tambah Gusti Bagus Suteja.
Pecalang dan Jagabaya berperan menjaga keamanan serta kenyamanan.
Gusti Bagus Suteja mengimbau warga Ujung Hyang, baik Hindu maupun Islam untuk menjaga dan mempertahankan warisan leluhur.
Jangan sampai hubungan, kebersamaan, dan rasa toleransi sirna akibat ulah pemikiran orang luar. (*)