Cerita Poliandri Tinggal Satu Atap di Tibet, Leluasa Bicara Seks, Begini Kode untuk Urusan Ranjang

Suami-suami bisa saling bekerja sama untuk menafkahi keluarga, saling menghormati dan menjaga istri mereka.

Editor: Rizki Laelani
tangkap layar surya malang
Orang-orang Tibet menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan antara pria dan wanita. Perang dingin, pengkhianatan, dan perpisahan sangat dilarang di sana. Setiap hari hidup bersama dalam satu atap sehingga tidak perlu lagi ada yang disembunyikan atau timbul rasa curiga. 

Biasanya, seorang suami yang berada di kamar yang sama dengan istrinya, akan menggantungkan sepasang sepatu mereka, sehingga orang lain yang melihatnya akan mengerti dan pergi.

Tentu saja, cara ini juga tidak mutlak.

Anak-anak yang lahir dirawat bersama oleh para suami, tidak ada yang mempermasalahkan sebenarnya anak tersebut dari suami yang mana.

Bagi mereka, anak tersebut adalah anak bersama.

Dalam memberi nama panggilan, ada keluarga yang membiarkan seorang pria yang lebih tua dipanggil ‘ayah’, dan saudara yang lain dipanggil ‘paman’.

Ada juga keluarga yang memanggil semua saudara sebagai ‘ayah’.

Tetapi tidak peduli bagaimanapun juga, di dalam hati seorang anak, semua ‘ayah’ sangat berharga.

Seiring perkembangan jaman selama ribuan tahun, bentuk pernikahan ini kemudian berubah, yang erat kaitannya dengan kehidupan dan produksivitas.

Sistem poliandri di Tibet adalah hasil dari keterbelakangan ekonomi dan budaya ketika itu.

Tapi karena perkembangan zaman dan pendidikan, membuat bentuk pernikahan seperti itu lama kelamaan menjadi hilang. (*)

Artikel ini telah tayang di suryamalang.com

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved