23 Prasasti Buatan Tahun 844 Caka Era Kerajaan Ugrasena Diidentifikasi, Ungkap Informasi Ini

Sebanyak 23 keping prasasti yang selama ini tersimpan rapi di Puri Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Buleleng diidentifikasi

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Balai Arkeologi Bali mengidentifikasi sejumlah prasasti di Puri Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Buleleng, Kamis (4/4/2019) 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Sebanyak 23 keping prasasti yang selama ini tersimpan rapi di Puri Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Buleleng diidentifikasi oleh Balai Arkeologi (Balar) Bali, Kamis (4/4). '

Prasasti yang terbuat dari bahan tembaga itu memuat tentang pajak serta batas-batas wilayah Tamblingan yang konon dulunya menjadi pemukiman warga Desa Gobleg.

Prasasti-prasasti itu diletakkan dalam dua wadah yang berbeda.

Baca: Nasib Malang Desak Putu Siji, Lansia Sebatang Kara & Tidak Ada yang Rawat hingga Batal Operasi

Yakni di dalam sebuah guci dengan jumlah 15 lempeng serta di dalam keropak sebanyak delapan lempeng.

Khusus prasasti yang ada di dalam guci ditemukan oleh warga terkubur di wilayah Pura Endek, Desa Gobleg pada tahun 2001 lalu.

Saat digali, ditemukan sebuah guci dengan ukuran yang cukup besar. Di dalam guci itulah terdapat 15 lempeng prasasti dengan tulisan aksara Jawa Kuno.

Sementara prasasti yang tersimpan di dalam keropak mulanya ditemukan di Pura Batur, Desa Gobleg. Tidak ada yang tahu sejak kapan prasasti itu ditemukan.

Baca: Tak Tahan Lihat Pakaian Seksi Tetangga Kos, Nafsu Cening Narma Muncul Hingga Tega Melakukan Hal Ini

Namun yang jelas, prasasti dengan panjang 42,4 sentimeter serta lebar 8,7 sentimter itu sudah cukup lama tersimpan di Puri Desa Gobleg.

Koordinator Peneliti Balai Arkeologi Bali, Nyoman Sunarya mengatakan, dari hasil identifikasi, prasasti itu diketahui dibuat saat masa kerajaan Ugrasena pada tahun 844 Caka, masa kerajaan Udayana, serta masa kerajaan Suradhipa pada tahun 1041 Caka.

Usai diidentifikasi sebut Sunarya, pihaknya akan mengumpulkan datanya serta menelusuri desa-desa yang telah disebutkan dalam prasasti tersebut.

"Dalam prasasti ini berisi tentang batas wilayah Tamblingan,  pajak, hak dan kewajiban warga desa tamblingan," jelasnya.

Sementara  Penglingsir Puri Desa Gobleg, I Gusti Ngurah Agung Pradnyan (65) mengatakan, ia bersama keluarga sangat menjaga baik prasasti-prasasti tersebut.

Pembersihan pun rutin dilakukan setiap hari raya Tumpek Landep.

Mengingat ada beberapa prasasti yang mulai rusak, ia mengaku akan bekerjasama dengan pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya untuk dibuatkan duplikatnya, serta membersihkan beberapa prasasti yang mulai dipenuhi jamur.

"Terkait isinya jarang ada yang tahu. Karena masalah prasasti itu kan ada di sini ada di situ. Jadi ada prasasti ya sudah. Dari leluhur kami yang dulu tinggal di Tamblingan, lalu pindah dan di bawa ke sini (Desa Gobleg,red)," ujar dia.

Dalam sepengetahuannya, sekitar tahun 800an, warga Desa Gobleg dulunya tinggal di daerah Danau Tamblingan.

Memasuki tahun 1400an, para leluhur itu lantas pindah ke wilayah yang kini disebut dengan Desa Gobleg, lantaran Danau Tamblingan diyakini sebagai tempat suci (hulu).

"Saat melaksanakan pitra yadnya tidak bisa karena itu daerah suci. Selain itu menurut sejarah, saat beliau-beliau dulu melaksanakan pitra yadnya banyak mayat yang hilang entah kemana. Oleh karena itu karena faktor menjaga kesucian, dan mungkin kesuburan tanah beliau-beliau itu pindah ke sini (Gobleg)," tuturnya. (rtu)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved