Sampah di Bali

SUKSES Kelola Sampah dari Sumber, Desa Baktiseraga Bersyukur Ada Bantuan BRI

Sementara sampah plastik dibawa ke bank sampah yang akan dijual ke pihak ketiga. Sedangkan residu dibawa ke TPA.

ISTIMEWA
Sejak tahun 2023, Desa Baktiseraga, Kabupaten Buleleng telah mampu mengelola sampah dari sumber. 

TRIBUN-BALI.COM - Sejak tahun 2023, Desa Baktiseraga, Kabupaten Buleleng telah mampu mengelola sampah dari sumber.

Dengan aturan pembuangan sampah yang dilakukan dengan disiplin, solusi yang diberikan pihak desa, serta kepemimpinan yang tegas, TPS3R Baktiseraga mampu mengurangi residu yang dibuang ke TPA.

Kepala Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng Gusti Putu Armada, Selasa (18/9/2025) mengaku bersyukur dengan adanya bantuan BRI, karena mendukung pengelolaan sampah di Desa Seraga dan turut menjaga lingkungan  desa yang berdampingan dengan pesisir.

Baca juga: TEWAS Usai Kecelakaan Motor Vs Motor di Buleleng, Yuliastuti Sempat Dapat Perawatan di Rumah Sakit!

Baca juga: JENAZAH Lansia di Lahan Kosong Gegerkan Warga Banyuning Buleleng, Berikut Ciri-cirinya !

Melalui BRI Peduli, Desa Baktiseraga mendapatkan satu unit mobil pick up untuk pengangkutan sampah dan satu unit mesin pencacah kohe. Ada juga bantuan dua paket alat selam untuk konservasi terumbu karang di pantai. 

"Kami mengucapkan terima kasih pada CSR BRI, karena sangat membantu kami dalam tata kelola sampah yang kami lakukan di desa. Kami kini telah memiliki tata kelola sampah berbasis sumber mulai dari pengangkutan hingga pemrosesan di TPS3R," ujarnya.

Untuk pengangkutan sampah dari rumah tangga, ke tempat pemrosesan menjadi pupuk kompos, diakui mobil pick up yang diberikan sangat membantu. 

"Dulu sebelum memiliki sistem tata kelola setiap hari sampah campuran yang diangkut ke TPS 2-3 truk per hari, yang diambil DLHK, lalu dibuang ke TPA. Setelah tata kelola berjalan baik, kami bisa mengurangi sampah yang dikirim ke TPA 60-70 persen atau 1 truk  per hari, kalau dulu bisa 2-3 truk per hari," ungkapnya.

Di TPS3R Baktiseraga, sampah dibedakan menjadi empat jenis yaitu sampah dapur, daun dan ranting, plastik dan residu. Sampah dapur, daun dan ranting dijadikan kompos dengan sistem osaki. Perlu waktu 3 bulan untuk bisa menjadikan sampah organik menjadi pupuk.

Setiap hasil dari pupuk dijual kepada petani di sekitar baik petani durian, perkebunan dan lain sebagainya. "Karena pupuk kami bagus, sampai hari ini penjualan pupuk indent, jarang ada stok pupuk, karena banyak yang order," pungkasnya.

Sementara sampah plastik dibawa ke bank sampah yang akan dijual ke pihak ketiga. Sedangkan residu dibawa ke TPA.

Meski tata kelola sampah belum sempurna 100 persen, namun pihaknya selalu berbenah dan selalu melibatkan masyarakat untuk memilah sampah dari sumbernya. "Masyarakat harus terbiasa memilah karenakan di desa, kami buat aturan main, kalau tidak memilah kami tidak akan mengangkut sampahnya dari rumah," tegasnya.

Selain itu, BRI juga memberi bantuan alat pencacah kotoran hewan (kohe) yang juga sangat bermanfaat mengingat desa memiliki peternakan kambing. "Alat itu dipergunakan untuk memproses lebih lanjut kohe yang dihasilkan oleh kambing yang ada disini," imbuhnya.

Demikian juga alat selam yang diberikan dapat mendukung kegiatan under water clean up yang digunakan oleh timnya di lapangan.

"Karena desa kami berbatasan dengan pesisir, sehingga kegiatan konservasi lingkungan yang kami lakukan sangat perlu dukungan  alat-alat, itu sangat membantu proses kami di terumbu karang, di lamun, dll," ujarnya.

Lokasi desa yang ada di kota Singaraja membuat persoalan sampah menjadi krusial. Bantuan yang diberikantahun 2023 lalu telah banyak memberi manfaat.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved