Simpang Ring Banjar
Saling Jot saat Galungan dan Natal, Wujud Toleransi Dua Agama di Satu Banjar
Tradisi ngejot di Banjar Piling Kanginan memiliki nilai historis yang sangat luar biasa
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Masyarakat Banjar Piling Kanginan, Desa Mengesta, Kecamatan Penebel, Tabanan memiliki tradisi unik.
Mereka berbagi makanan (ngejot) setiap hari tertentu seperti hari keagamaan.
Berbagi makanan diberikan kepada tetangga, keluarga, hingga kerabat dekat yang ada di lingkungan Banjar Piling Kanginan.
Namun, tradisi ngejot di banjar setempat ini berbeda dengan kegiatan ngejot pada umumnya.
Ngejot di Piling Kanginan merupakan wujud toleransi beragama antara warga umat Hindu dengan warga umat Kristen yang ada.
Dari tradisi tersebut, ternyata memiliki nilai historis yang sangat luar biasa.
Tradisi ini memang selalu dilakukan setiap Hari Raya Galungan tepatnya pada penampahan Galungan oleh umat Hindu.
Sedangkan tradisi ngejot dilakukan umat Kristn saat perayaan Natal.
Ketika Hari Penampanan Galungan tiba, sejak pukul 07.00 Wita, seluruh krama banjar umat Hindu mulai membagi makanan di setiap rumah warga umat Kriste.
Sejumlah makanan yang kerap dibagi seperti lawar, tum, brengkes, jajan (tape jaje uli, jajan bali) sate, nasi, be nyatnyat (be genyol), dan penyon (lawar nangka).
Baca: Alasan MK Terkait Quick Count Baru Boleh Dipublikasikan Pukul 15.00 WIB
Baca: Belum Ada Warga Bangli yang Berminat Ikut Transmigrasi, Kondisi Lahan Berbatu Jadi Alasan
"Tradisi ngejot ini sudah dilakukan secara turun-temurun. Hal ini merupakan wujud dari kerukunan beragama dan toleransi," ujar Kelian Banjar Dinas Piling Kanginan, I Wayan Agus Setiawan.
Dari 141 kepala keluarga (KK) atau 488 warga yang tinggal di Banjar Piling Kanginan, sebanyak 66 warganya (20 KK) merupakan warga yang menganut kepercayaan Kristen, baik Protestan maupun Katolik.
Meskipun berbeda keyakinan, hubungan warga umat Hindu dengan umat Kristen juga memiliki keterikatan keluarga karena sebagian warga Hindu juga menikah dengan Warga Kristen, begitu juga sebaliknya.
"Setiap Galungan kami ngejot untuk nyame (saudara) Kristen di sini. Begitu juga sebaliknya kami mendapat jotan ketika Natal," tuturnya.
Selain ngejot, kata dia, seluruh warga disini diperlakukan sama hanya berbeda pada cara sembahyangnya saja.
Kegiatan seperti ngayah, ngopin, dan matulungan juga sama dilakukan oleh seluruh warga.
Bahkan seluruh warga juga tergabung salam sebuah wadah yang bernama suka duka, sehingga keluarga suka duka ini juga sangat berperan penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan.
"Kami juga sudah membentuk sebuah wadah bernama suka duka, jadi tidak ada yang membedakan semua warga juga ikut dalam berkegiatan baik itu sosial, budaya, dab lainnya juga," katanya.
Baca: Keluarganya Beda Pilihan Politik, Hanya Anang Hermansyah Sendiri Yang Tak Dapat Undangan Nyoblos
Baca: MoU Kerja Sama Pemkot dengan Tiga Negara Masih Akan Didiskusikan dengan Kemendagri
Setiawan menegaskan, seluruh warga yang tinggal di banjar yang memiliki luas sekitar 100 hektare ini juga tetap menjaga persatuan dan sama sekali tidak pernah ada perpecahan. Hal itu dijaga dengan sistem gotong royong atau saling membantu dalam segala hal seperti, keagaman, sosial, budaya, dan lainnya. Soal politik, di wilayah ini sudah disosialisasikan kepada pemuka agama, pemuda, agar tetap menjaga kerukunan.
"Meskipun berbeda pandangan, di dalam kegaiatan suka duka tetap bersatu. Semua masih bersatu dibawah suka duka sehinnga sebuah wadah yang dinamakan suka duka ini merupakan pemersatu umat," tuturnya.
Tak Pernah Ada Gesekan
Tokoh Umat Kristen setempat, I Wayan Diksa (78) menuturkan, umat Kristiani masuk ke Desa Mengesta khusunya Banjar Piling Kanginan ini sekitar tahun 1938.
Sejak saat itu, mulai dengan umat Kristiani menikah dengan warga umat Hindu dan begitu juga sebaliknya.
"Jika untuk bermasyarakat memang tidak pernah ada gesekan, perbedaannya hanya di cara sembahyangnya saja," jelasnya.
Untuk tradisi ngejot, kata dia, juga berlaku sama kepada umat Kristiani tepatnya pada perayaan Natal.
Saat Natal, warga umat Kristen juga melaksanakan hal serupa yakni memasak dalam jumlah besar dan memotong babi atau menyembelih babi.
"Saat Natal juga berlaku sama, yakni ngejot ke warga umat Hindu. Sejumlah kegiatan juga sama, seperti matetulungan sata ada upacara dan saat Natal kami juga mengolah daging babi dan memasak dalam jumlah besar," tuturnya. (*)