Tumpek Wayang : Kisah Rare Kumara yang Ingin Dimangsa Bhatara Kala, Diselamatkan Seorang Dalang

Bagi yang lahir wuku Wayang mereka akan mengikuti ruwatan atau sapuh leger. Apa sebabnya mereka harus melakukan hal itu?

Penulis: Putu Supartika | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Pementasan wayang sapuh leger di Pasraman Prakerti Bhuana, Kelurahan Beng serangkaian pebayuhan Tumpek Wayang, Jumat (19/4/2019). Tirta dalang merupakan bagian terpenting dari pebayuhan. 

Raja Maya Sura yang bertahta di Kertanegara melindungi Rare Kumara, akan tetapi raja dan prajuritnya berhasil dikalahkan oleh Kala.

Hingga malam, Kumara sampai di tempat pertunjukan wayang kulit yang diadakan wuku wayang dan meminta perlindungan pada sang dalang.

Dalang menyuruh dia bersembunyi di resonator gamelan gender.

Kala lalu datang ke sana dan memakan sesaji untuk pertunjukan wayang karena saking laparnya.

Dalang itu kemudian menegur Kala dan meminta supaya sesaji itu dikembalikan seperti semula.

Kala terpojok dan mengaku sangat berhutang kepada dalang, dan Kala menganugrahi sebuah mantra magis yang bisa memberi dalang kemampuan untuk membebaskan semua makhluk hidup dari kekotoran.

“Sebagai balasannya, dalang menghaturkan sesaji sebagai ganti anak yang dilahirkan pada tumpek wayang. Kala mengikuti dan kemudian pergi. Kumara dibawa kembali ke kahyangan oleh Guru dan Uma,” tulisnya lagi.

Menurut Guna Yasa, dalang merupakan Siwa yang ada di dunia, karena dalam kakawin Arjuna Wiwaha ada ungkapan seseorang yang suci hanya berbataskan kelir dengan Bhatara Siwa.

“Ahletan kelir sira saking sang hyang jagat karana. Kalau kelir yang dimaksud kita angggap sebagai kelir wayang, maka Bhatara Siwa yang dianggap berbatasan dengan kita kan dalang,” kata Guna.

Sehingga dalam sapuh leger di Bali jelas tirta dari dalang merupakan tirta Siwa.

Selain itu, dalang juga memainkan semua peran, baik jahat maupun baik.

“Dalang mengambil satu-satu tokoh wayang, nyiatang, ada yang menang ada yang kalah, sampai memasukkan ke keropak yang namanya kehidupan. Dari utpti mengambil wayang, nytiti ketika memainkan tokoh, pralina ketika mengembalikan tokoh ke kropak, sehingga peranan dalang sama dengan peranan Bhatara Siwa sehingga dalam kakawin Arjuna Wiwaha disebut Sang Hyang Jagat Karana. Jagat kan dunia, karana kan yg menyebabkan. Kenapa yang lahir wuku wayang harus dapat tirta dari dalang, karena dalang simbol keduniaan yang bisa kita lihat secara sekala. Tapi secara filosofis kita nunas tirta Siwa, karena dalang nyekala kita lihat berperan sebagai Sang Hyang Jagat Karana,” imbuh Guna. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved