Krama Bali Ini Pulangkan 30 Keris Pusaka Era Majapahit dari Israel, Sebut Kekuatan Magis Tak Sirna
Dari 48 keris yang ditemukannya di Israel, Sudiarta telah berhasil memulangkan sebanyak 45 bilah. Saat ini tiga bilah keris tinggal menunggu proses
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR -- Setiap kali memulangkan keris dari luar negeri, ia tak pernah melihat dari unsur magis. Tetapi murni untuk pelestarian benda pusaka warisan para leluhur.
Langkah kolektor keris, I Komang Sudiarta (43) patut diacungi jempol.
Sampai saat ini Sudiarta terus berupaya memulangkan keris-keris pusaka leluhur yang berada di luar negeri.
Dari 48 keris yang ditemukannya di Israel, Sudiarta telah berhasil memulangkan sebanyak 45 bilah.
Saat ini tiga bilah keris tinggal menunggu proses pengiriman ke Indonesia.
Baca: Penakut Namun Berpikiran Tajam, Begini Perjalanan Hidup Lahir Rabu Umanis Dukut
Ditemui di rumahnya di Banjar Tebongkang, Desa Singakerta, Ubud, Selasa (30/4), pria asli Karangasem ini mengatakan, dirinya memulangkan 30 keris pusaka yang sebelumnya berada di Israel.
Sebagaimana 15 keris yang dipulangkan sebelumnya, keris-keris tersebut merupakan peninggalan abad XIV sampai XIX atau warisan masa Kerajaan Majapahit dan Pasca Majapahit.
Hal tersebut, kata dia, bisa dilihat dari ciri fisik dan karakter wilah keris.
Sebagai contoh, kata Sudiarta, keris peninggalan Kerajaan Majapahit, wilahnya tidak begitu besar dan penerapan pamor pada lipatannya relatif banyak.
Baca: Warga Tewas Tertusuk Jarum Suntik Bekas, Sampah Medis Berserakan di Sungai Desa Abang
Sementara keris pasca Majapahit yang dimulai pada abad XVI, fisiknya sudah mengalami perubahan dan memiliki intitas sendiri.
Ukurannya lebih besar dan lebih panjang.
Sebab pada zaman itu, keris memiliki fungsi taktis tak hanya sebagai pusaka, tetapi juga sebagai piranti beladiri atau perang.
“Dari 30 keris yang saya pulangkan saat ini, enam bilah keris berasal dari abad ke-14,” ujarnya.
Lantaran keris sudah lama berada di luar negeri, dan kemungkinan tak pernah diupacarai, apakah nilai magis dari keris ini masih ada?
Menurut Sudiarta, kekuatan gaib yang tersimpan dalam keris tidak akan pernah hilang.
Hal tersebut disebabkan proses permbuatannya.
Zaman dulu, keris dibuat berdasarkan padewasaan atau mengikuti hari baik dan buruk dalam penempaannya, melewati ritual dan tapa semadhi.
Dia menegaskan, setiap kali memulangkan keris dari luar negeri, ia tak pernah melihat dari unsur magis.
Tetapi murni untuk pelestarian benda pusaka warisan para leluhur.
“Kalau dilestarikan di Bali, tentu dia akan kembali pada esensinya sebagai benda pusaka. Tidak seperti di luar negeri yang hanya menjadi benda koleksi semata,” ujarnya.
Karena itulah Sudiarta kerap meminjamkan keris-kerisnya kepada masyarakat yang membutuhkan.
Seperti untuk ritual pernikahan hingga ngiring sehunan.
Tak jarang, keris-keris koleksinya juga dipakai dalam pementasan Calonarang dan pementasan sakral lainnya.
“Menurut saya, inilah bentuk pelestarian yang sesungguhnya,” tandasnya.
Sudiarta mengakui, pemulangan keris ke tanah air ini, juga tak terlepas dari bantuan Polda Bali.
Saat memulangkan 15 bilah keris, Sudiarta sempat frustasi lantaran harus melalui proses birokrasi yang berbelat-belit.
Setelah mendapat rekomendasi dari Polda Bali, selain proses pengambilannya lebih gampang, pajak impor yang harus dibayarnya pun lebih murah.
“Pemulangan 30 keris ini biayanya lebih kecil karena Polda Bali memberikan surat rekomendasi bahwa benda ini adalah benda budaya, bukan barang jualan, sehingga pajak impor yang dibayar jauh lebih rendah. Sebelumnya harus 30 persen dari harga keris,” ujarnya.
Sudiarta mengatakan, sebanyak 30 keris tersebut yang dipulangkan dari Israel tersebut merupakan pelengkap dari 300-an koleksinya sejak tahun 1993.
Dia berharap, para kolektor keris lainnya di Bali juga ikut berpartisipasi dalam memulangkan keris pusaka dari luar negeri. (*)