Abdi Negara Jatuh Bangun Memajukan Keramas Aeropark, Pernah Sehari Penjualan hingga Rp 100 Juta
Ikon pesawat terbang ini akhirnya menjadi keunikan restoran Keramas Aeropark dan jadi satu-satunya di Bali
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Abdi Negara memberanikan diri terjun ke dalam bisnis kuliner sejak 2016 lalu.
Direktur Operasional sekaligus pendiri Keramas Aeropark ini, mengajak 3 rekannya membuka bisnis kuliner dengan konsep pesawat terbang di By Pass Keramas, Gianyar.
Ide ini muncul, setelah 3 bulan ia menganggur pasca resign dari sebuah ritel terbesar di Bali saat itu.
“Alasan membuka bisnis kuliner, memang karena hobi makan. Sejak SMA saya ikut pemilihan duta wisata Indonesia, jadi keliling daerah dan mencicipi masakannya,” ujar mantan Sekretaris Aprindo Bali ini, kepada Tribun Bali, Minggu (5/5/2019).
Ia pun melihat peluang dari bisnis kuliner yang menjadi bagian gaya hidup masyarakat, khususnya di era milenial ini.
“Keramas Aeropark dibuka 15 Oktober 2016 lalu, bersama teman dari Jakarta dan Bali,” jelasnya.
Abdi membuat konsep sesuai tipikalnya konseptor serta menyiapkan manajemen.
Tanpa waktu lama, kedua rekannya setuju dengan konsep Abdi Negara dan bisnis ini terealisasi hanya dalam hitungan minggu.
Ikon pesawat terbang ini akhirnya menjadi keunikan restoran Keramas Aeropark.
Baca: DJ Asal Australia Adam Sky Tewas di Bali, Diduga Tabrak Pintu Kaca Demi Selamatkan Teman
Baca: Desa Bresela Gianyar Pusatnya Penghasil Dulang Ukir, Anak Muda Mulai Lirik Potensi Pasarnya
Satu-satunya di Bali.
“Ada ground bar juga di bawahnya. Karena pelanggan kami juga turis asing yang suka bar, ada Australia dan Asia,” imbuhnya.
Pihaknya pun tidak ada rencana mengubah konsep, bahkan tidak menyuruh pelayan restoran untuk menggunakan pakaian pramugari.
“Sebab pesawat terbang adalah gimmick dan ikon kami saja, kami fokus memberikan food and beverage yang beda dan unik,” tegasnya.
Jatuh bangun pun dirasakan Abdi Negara dan rekan bisnisnya.
Apalagi saingan di wilayah seputar restorannya juga cukup banyak dengan modal fantatis.
“Tapi kami sebagai salah-satu UMKM yakin bisa bersaing,” imbuhnya.
Lanjutnya, ia pernah mendapatkan penjualan hingga Rp 100 juta dalam sehari.
Namun ketika Gunung Agung erupsi, penjualannya bahkan pernah hanya Rp 800 ribu per hari.
Baginya, itu semua dinamika usaha dan pihaknya tetap fokus pada tujuan serta melakukan perbaikan.
Baca: Kisah Haru Perjuangan Kuli Bangunan Ini Datang Dimomen Kelulusan Putri Kecilnya, Berbaju Sederhana
Baca: Karni Ilyas Pamit Cuti ILC: Peselancar Pengalaman Tahu Kapan Harus Menarik Papan Selancar Pulang
Budi Gautama, Direktur Keuangan dan salah satu pendiri Keramas Aeropark membenarkan dinamika usaha itu.
“Usaha kuliner ini dikelilingi pesaing besar dengan modal besar, tapi kami tak gentar. Apalagi banyak orang lokal yang bekerja di Keramas Aeropark,” katanya.
Walaupun ia tak menampik, akselerasi dari pemodal besar dengan UMKM jelas berbeda.
“Cuma kami berusaha survive, bertahan dan mengendalikan. Apalagi kami mengajak karyawan 90 persen dari wilayah Keramas dan Medahan, jadi harus berjuang,” katanya.
Ia pun berharap terus tumbuh dan berkembang, apalagi masih ada 2/3 lahan potensial yang bisa dikembangkan di Keramas Aeropark.
“Menjaga bisnis kuliner tetap jalan, harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada. Unik dan berbeda, kemudian adaptasi dengan teknologi informasi digital marketing, serta kejutan baru,” jelasnya.
Ia menceritakan pengalaman unik saat pesawat dibawa ke Keramas.
“Pesawat dibawa bertetapan dengan kejadian jembatan ambruk di Jembrana,” ujarnya.
Pesawat dibawa lewat darat, dan terjadi insiden di Gilimanuk.
Baca: Pendiri Keramas Aeropark Kisahkan Jatuh Bangun Berbisnis Kuliner, Sehari Pernah Capai Rp 100 Juta
Baca: Armada Angkutan Siswa di Tabanan Dilengkapi GPS Tracking, Orangtua Bisa Pantau Lewat Ponsel
Pesawat yang dibawa dengan truk trailer sepanjang 28 meter dan cukup tinggi diarahkan masuk ke pintu gerbang karcis.
“Nah di sana nyenggol lah pintu gerbangnya sampai rusak. Akhirnya pesawat ditahan di sana. Kebetulan Pak Abdi Negara orang Negara dan melakukan diskusi lalu dibantu. Pesawat akhirnya diberikan berangkat, setelah itu Pak Abdi Negara datang ke sana dengan tukang untuk memperbaiki,” katanya.
Banyak orang heran, kata dia, karena pesawat dengan berat 30 ton, panjang 36 meter lebih, dan lebar 38 meter lebih bisa dibawa lewat darat.
“Padahal sebenarnya ada rahasianya, jadi badan pesawat beberapa dilepas sambungannya. Jadi kami melibatkan orang yang ahli dalam konstruksi badan pesawat,” sebutnya.
Ia pun berharap kedepan bisnis ini akan terus tumbuh dan berkembang.
Apalagi pihaknya telah melakukan perbaikan di segala lini, sehingga kini segmentasinya lebih jelas, market lebih jelas, food and beverage juga lebih bagus.
“Ketika ekonomi masih melambat secara global, semua bisnis pada turun tidak hanya kuliner saja,” jelasnya.
Untuk bisa survive, hanya ada dua cara yakni menambah sales atau efisiensi.
“Jadi kami mengendalikan biaya di dalam. Artinya kami melakukan revisi menu dan review agar jangan sampai terlalu banyak stok slow moving. Kami perbanyak yang fast moving saja,” katanya. (*)