Pameran Lukisan Lintas Generasi "Kawitan"

Melalui tematik tertentu, semisal lukisan tentang Pasar, Tarian, atau Upacara, dapat dibaca pewarisan stilistik maupun capaian teknik

Editor: Irma Budiarti
Bentara Budaya Bali
Pameran Lukisan Lintas Generasi "Kawitan" 

Dengan kata lain, dunia seni rupa Bali hakikatnya  memiliki determinasi sejarahnya sendiri, yang terbukti telah “meng-ada” jauh sebelum dibaca sebagai bagian dari sejarah seni rupa Indonesia.

Baca: Saat Hadapi Bali United, Tim Persebaya Pincang, Tapi Ini Keunggulan Bajul Ijo

Baca: TRIBUN WIKI - Diadakan Rutin Tiap Tahun, Ini 5 Festival Terbesar di Bali yang Wajib Dikunjungi

Pameran diikuti 44 seniman lintas generasi, antara lain Ida Bagus Made Nadera (b. 1918),  Dewa Putu Mokoh (b. 1936), I Wayan Asta (b. 1945), I Wayan Djujul (b. 1942), I Wayan Serati (b. 1939), I Nyoman Sinom (b. 1940), I Wayan Tohjiwa (b. 1916.), I Nyoman Tulus (b. 1941), I Nyoman Ridi (b. 1945), I Ketut Gelgel (b. 1944), I Ketut Ginarsa (b.1951), I Ketut Kicen (b. 1929), I Wayan Bendi (b. 1950), I Made Tubuh (b. 1941), I Gusti Agung Galuh (b. 1968), Pande Ketut Dolik (b. 1955), I Made Rasna (b. (b. 1964), I Wayan Rapet (b. 1941), I Wayan Jumu (b. 1959), I Nyoman Rupa (b. 1959), Dewa Sugi (b.1970), Ida Bagus Sena (b. 1966), Gusti Putu Joni (b. 1950), I Wayan Sukarta (b. 1956), I Made Madra (b. 1960), I Nyoman Manggih (b. 1941),  I Nyoman Suarsa (b. 1945), I Wayan Gandera, I Ketut Kebut, I Ketut Roji (b. 1943), I Ketut Madri (b. 1943), I Made Suryana (b.1976), I Ketut Sadia (b. 1966), I Wayan Diana (b. 1977), I Made Sunarta (b. 1980), I Made Warjana (b. 1985), I Wayan Wijaya (b. 1984), I Wayan Suardika (b. 1984), I Nyoman Winaya (b.1983),  Gusti Ayu Natih Arimini (b.1976), I Gde Ngurah Panji (b. 1986), I Gusti Agung Kepakisan (b. 1974), I Gusti Agung Wiranata (b. 1970) dan I Gede Pino (b.1985).

Adapun pameran ini terselenggara atas kerja sama Bentara Budaya Bali dengan Damping Gallery, sebuah galeri di Ubud, Bali, yang konsisten menjaga eksistensi ragam seni lukis klasik/tradisional Bali.

Damping Gallery didirikan oleh seorang arsitek, Wayan Sutarma, pada 2006 karena kecintaannya terhadap seni rupa tradisional Bali maupun modern.

Sebutan Damping dipakai untuk menghormati dan mengenang ayahandanya, almarhum I Made Damping.

Baca: Pihak Lion Air Beri Klarifikasi Terkait Viralnya Kabar Jenazah Anak Kecil Ditinggal Terbang

Baca: Pemogan Jadi Desa Pertama di Indonesia Dapat Layanan Rehabilitasi Narkoba Berbasis Masyarakat

Sutarma tidak hanya membangun jejaring dengan para kolektor dan penikmat seni rupa, tetapi juga memfasilitasi para seniman seni lukis tradisional melalui komunitas agar bisa terus berkarya dan menjaga kesinambungan generasi pelukis gaya Ubud yang kian langka.

Galeri ini pernah menggelar pameran spektakuler bertajuk ‘Transcending Myth and Reality: Damping Wooden Reliefs’ (2017), menyajikan 28 karya di atas panel kayu jati yang disiapkan selama 2 tahun melibatkan 28 seniman pilihan untuk mengerjakan sketsa, ukiran, pewarnaan, dan finishing pigura.

Karya ini merupakan  stilisasi seni rupa tradisional Bali menggunakan media papan kayu dengan ukiran detail tiga dimensi.

Damping Gallery juga menyelenggarakan sejumlah pameran di antaranya: Spirit of Bali (2006), The Ubud Style of Balinese Painting I’ (2007), The Ubud Style of Balinese Painting II’ (2008), The Idealisation of Bali (2009), Wayan Naya: Sukma Rupa (2010), ‘Sadulur Rupa’: Pameran Koleksi Damping Gallery di Sangkring Art Space, Yogyakarta (2018).

Damping Gallery beralamat di Jl. Tirta Tawar 99, Banjar Kutuh Kaja, Ubud, Bali.

(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved