Ciptakan Cat Ramah Lingkungan untuk Kapal, Siswa SMA 3 Denpasar Raih Dua Penghargaan di Amerika
Wiratathya dan Carolline berhasil menemukan solusi dari permasalahan yang seringkali mereka lihat waktu kecil
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Ciptakan Cat Ramah Lingkungan untuk Kapal, Siswa SMA 3 Denpasar Raih Dua Penghargaan di Amerika
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sebagai orang Bali yang hidup berdekatan dengan daerah pesisir, I Made Wiratathya Putramas dan Carolline Mathilda Nggebu sejak kecil sudah sering bermain ke pantai.
Sering bermain di pantai membuat mereka tak jarang melihat kapal-kapal bersandar.
Mereka juga seringkali menemui kerang-kerang atau organisme lain yang menempel pada bagian bawah kapal yang terkadang dilihat sangat menjijikkan.
Tak jarang bagian bawah kapal itu biasanya juga dibersihkan oleh petugas, namun pada akhirnya mengotori air laut itu sendiri.
Waktu masih kecil mereka tentu tak tahu mengapa banyak sekali organisme itu menempel pada bagian bawah kapal.
Mungkin tak terbayangkan bagi dua remaja ini, bahwa kisahnya waktu kecil itu akan menginspirasinya untuk berprestasi hingga ke dunia internasional.
Wiratathya dan Carolline berhasil menemukan solusi dari permasalahan yang seringkali mereka lihat waktu kecil itu.
Mereka membuat cat ramah lingkungan yang bisa digunakan untuk bagian bawah kapal.
Biasanya cat pada bagian bawah kapal yang biasa digunakan saat ini mengandung logam berat.
Baca: MUI Bali Imbau Umat Tak Mudah Terprovokasi
Baca: Gunung Agung Muntahkan Abu Setinggi 3.000 Meter, Letusan Lebih Besar dari Sebelumnya
Lewat penelitiannya yang berjudul Identifikasi Potensi Mangrove Jenis Rhizophoraapiculata dan Sonneratia alba dari Pantai Serangan Bali Sebagai Sumber Bioantifouling Dalam Cat Antifoulant, mereka berhasil membawa pulang Special Award dari instansi terkait sains dan Grand Award sebagai peringkat keempat pada ajang The Intel International Science and Engineering Fair (Intel ISEF) 2019 di Phoenix Amerika.
Kedua siswa SMA 3 Denpasar itu datang ke Amerika sebagai salah satu tim delegasi untuk mewakili Indonesia.
Mereka datang ke negeri adidaya itu bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Carolline menceritakan, prestasinya hingga ke Amerika itu berawal dari mengikuti Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-50 tahun 2018 dari LIPI.
"Jadi prosedurnya itu kita ngirimin proposal dulu dari sekolah, kalau lolos nanti dikasi mentor sama LIPI buat ngelanjutin proposalnya itu sampai jadi full paper. Setelah itu baru dilombain," kata Carolline saat ditemui di sekolahnya, Jumat (24/5/2019) siang.
Nampaknya ide penelitian yang dibuat oleh Wiratathya dan Carolline ini mendapat perhatian dari LIPI waktu itu, sehingga proposal mereka disetujui.
Mereka kemudian menyelesaikan penelitiannya dan berangkat ke Tanggerang untuk mengikuti lomba.
"Terus disitu kan dapet juara tiga, ada empat bidang juga. Jadi totalnya ada 12 juara. Dari 12 juara itu diseleksi lagi sama LIPI sampai sisa tujuh tim untuk diberangkatkan sebagai delegasi Indonesia ke lomba INTEL ISEF. Terus kami terpilih satu dari tujuh tim itu, berangkat ke Phoenix," jelas siswa kelas XII ini.
Wiratathya menuturkan, proses penelitian mangrove jenis Rhizophoraapiculata dan Sonneratia alba ini menggunakan maserasi bertingkat.
Baca: REI Berharap Bank BUMN Bantu Program Rumah Subsidi
Baca: OJK: Kredit UMKM Bali Tumbuh 7,83 Persen
Pertama bahannya direndam menggunakan tiga jenis pelarut yang berbeda.
Proses pertama, mendapatkan zat aktif yang terdapat pada daun mangrove.
Caranya menggunakan masarasi bertingkat.
Jadi itu merendam dengan tiga pelarut yang berbeda, diantaranya isinexan, isopropyl alcohol dan methanol.
Kemudian dilakukan proses evaporasi.
Dengan proses itu didapatkanlah ekstral kental dari daun mangrove.
Tak berhenti sampai disana, proses masih dilanjutkan dengan melakukan pengujian antifouling dengan cara uji fitokimia, uji Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan uji Gas Cromatografy Mass Spectrometry (GCMS).
Selebihnya juga dilakukan uji antimikrofoaling, setelah itu antimakrofoaling dan yang terakhir uji lapangan.
Saat dilombakan di Amerika, penelitian ini mendapat apresiasi yang luar biasa dari para juri.
"Tanggapan juri yang mengerti soal ini, jadi dibilang meneliti hal yang cukup dalam. Dan masalahnya banyak orang yang sudah mencoba untuk mecahin masalahnya," kata Carroline.
"Kalau dilihat dari penelitian kami sih itu kalau bisa dikembangkan lagi kedepannya," kata dia. (*)