Rakitan Perahu Antar Bade 41 Sawa, Ngaben Massal Pertama Sentana Dadia Gajah Para, Desa Terunyan
Ratusan prati sentana Dadia Gajah Para, Desa Terunyan tumpah ruah di tepi Danau Batur. Untuk pertama kalinya, mereka menggelar ngaben massal
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
Rakitan Perahu Antar Bade 41 Sawa, Ngaben Massal Pertama Sentana Dadia Gajah Para, Desa Terunyan
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Ratusan prati sentana Dadia Gajah Para, Desa Terunyan tumpah ruah di tepi Danau Batur, Kamis (23/5/2019).
Untuk pertama kalinya, mereka menggelar ngaben massal.
Pengiriman bade menuju setra dilakukan dengan menaiki perahu.
Panitia ngaben massal, I Ketut Jaksa menjelaskan, ngaben massal warga Dadia Gajah Para ini diikuti 41 sawa (mayat).
Rinciannya 14 sawa dewasa dan 27 sawa bayi dan anak-anak.
“Di Desa Terunyan ini terdapat 17 dadia, salah satunya warga Dadia Gajah Para,” ucapnya.
Jaksa mengatakan, 41 sawa yang diaben ini sebagian besar telah berusia puluhan tahun.
Sawa orang dewasa dibawa dengan cara dipikul.
Baca: Berikut Jumlah Rumah dan KK yang Terkena Dampak Banjir di Negara
Baca: Ketua KPPS Akui Perbuatannya, Sidang Kasus Perusakan Surat Suara di TPS 29 Banjar Pangkung Tabanan
Sementara sawa anak-anak, dibawa di dada layaknya menimang anak.
Bade diusung dengan menggunakan perahu yang telah dirakit berjajar.
Setelah sampai di areal setra, sawa yang sebelumnya diletakkan diturunkan satu per satu.
Termasuk kajang (kain putih yang berisi sastra dan gambar sesuai dengan soroh atau klan).
“Di setra, sawa-sawa yang sudah rapi, akan dibongkar kembali untuk dimandikan lagi. Sawa akan dilengkapi lagi dengan sarana upakara lain. Setelah itu barulah ditutup dengan ancak saji atau pagar berbentuk segi empat. Disekitar ancak saji, akan diletakkan sesajen yang telah dipersiapkan sebelumnya,” tandas Jaksa.
Secara umum, prosesi ngaben massal ini tergolong sama dengan ngaben massal pada umumnya.
Baca: Dinas Pertanian Pastikan Stok Daging di Banyuwangi Aman Hingga Lebaran
Baca: Anjing Positif Rabies Serang Tiga Warga di Dawan Kelod, Berturut-Turut Kasus Rabies di Klungkung
Meski demikian, di wilayah Desa Terunyan belum pernah digelar ngaben massal banjar ataupun desa.
Alasannya lantaran perlu dilakukan pembahasan.
“Ngaben massal desa perlu pembahasan untuk menyatukan persepsi dan tujuan. Ini yang belum dilakukan. Sebab itu di wilayah Desa Terunyan, kebanyakan ngaben yang dilakukan adalah ngaben massal dadia,” ucapnya.
Alasan kedua, karena berkaitan dengan sasih.
Di Desa Terunyan, ngaben hanya bisa dilaksanakan pada sasih desta (bulan ke 11 Kalender Bali).
Karena sasih-sasih lainnya sudah ditentukan untuk kegiatan upacara lain.
Seperti dewa yadnya, manusia yadnya, buta yadnya dan sebagainya.
“Itu salah satu tradisi yang tidak bisa kami langgar ataupun perbaharui mengikuti moderinisasi. Kalau itu kami langgar, bisa menimbulkan konflik sosial,” jelasnya.(*)