Pesta Kesenian Bali
Bukan Hanya Emansipasi Tapi Juga Kekompakan, Sekaa Gong Wanita Desa Bekas Semarakkan PKB 2019
Sekaa Gong Wanita Gita Bala Suari Akas, Desa Bakas, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung tampil di PKB 2019
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Bukan Hanya Emansipasi Tapi Juga Kekompakan, Sekaa Gong Wanita Desa Bekas Semarakkan PKB 2019
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sekaa Gong Wanita Gita Bala Suari Akas, Desa Bakas, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung tampil di panggung terbuka Ardha Candra, Taman Budaya (Art Center) Denpasar pukul 19.30 Wita, Kamis (27/6/2019).
Sebelum pementasan dimulai, para penampil bersiap-siap di belakang panggung.
Anak Agung Sedana Artha yang sebagai pembina tari dari sekaa gong tampak menemani para penampil.
Menjadi pembina tari Sekaa Gong Wanita Gita Bala Suari Akas, Desa Bakas, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, membuat Sedana memahami sebuah makna dari emanisipasi wanita dan ia mengaku selalu menekankan aspek kekompakan didalamnya.
“Membiasakan kekompakan itu hal yang selalu saya tekankan dan gong kebyar wanita adalah salah satu simbol bahwa wanita tak kalah hebatnya berkesenian,” ujar Sedana.
Sedana pun mengaku senang melihat kepiawaian wanita dalam menabuh gamelan Bali, sebab tak hanya kesetaraan, sebuah kebersamaan juga terlihat dalam ajang Parade Gong Kebyar Wanita ini.
Baca: Pelanggar Perdes Kena Sanksi Sosial, Cara Desa Munduk Temu Jaga Lingkungan
Baca: Pernikahan Viral : Mas Kawin 2 Buah Kain Kafan Hingga Pengantin Pakai Baju Serba Hitam
“Kebetulan saya membina Tari Bayan Nginte, tarian ini sudah ada, hanya saja untuk menjalin kekompakan antara penari itu masih harus saya ingatkan,” jelas Sedana.
Bagi Sedana, sebagus apapun gerak individu penari, tetapi tidak kompak artinya belum menguasai napas jenis tari berkelompok.
Membiasakan penari untuk menyelaraskan agem, membutuhkan waktu berbulan-bulan, sebab dari penuturan Sedana, para penari Bayan Nginte berasal dari disiplin ilmu tari yang berbeda seperti ada dari disiplin tari wanita maskulin layaknya Panji Semirang atau tari wanita feminin.
Dalam penampilannya, Duta Kabupaten Klungkung ini mengawali garapan dengan Tabuh Kebyar Dang/Cita Utsawa yang dilanjutkan dengan Tari Bayan Nginte yang diciptakan I Nyoman Kaler pada tahun 1957.
Tarian ini mengisahkan tentang prosesi gadis yang sedang membatik.
Penampilan kemudian dilanjutkan dengan permainan Tabuh Kreasi ‘Tembang Rare’ yang diciptakan oleh I Made Subandi, tabuh ini sebelumnya pernah dipentaskan pada Parade Gong Kebyar Anak-anak dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun 2006.
Baca: 110 KK Warga Tanah Barak Karangasem Mulai Kesulitan Air Bersih
Baca: PPDB Jalur Prestasi di SMAN 2 Bangli Minim Pendaftar, Dua Jurusan di SMKN 4 Bangli Minim Peminat
Sebagai persembahan terakhir, Sekaa Gong Wanita Gita Bala Suari Akas mempersembahkan sebuah Tari Kreasi berjudul Ngampung yang terinspirasi dari kehidupan dunia pertanian masyarakat Bali.
Sebelumnya, penampilan Parade Gong Kebyar Wanita diawali oleh Duta Kabupaten Jembrana yang diwakili oleh Sekaa Gong Wanita Pradnya Paramesti, Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan.
Sebagai pembuka, Jembrana turut mengawali dengan materi tabuh wajib yakni Tabuh Kebyar Dang/Cita Utsawa yang diciptakan oleh maestro tabuh I Wayan Beratha pada tahun 1983.
Selanjutnya Jembrana menampilkan Tari Baris Tunggal. Garapan ketiga yakni Gending Kreasi Kesir-Kesir, hingga pada akhirnya mencapai garapan pamungkas tari kreasi ‘Ngandap Kasor’ yang terinspirasi dari asal mula Desa Gumrih.
Kedua kabupaten tampil dengan apik meski harus tetap mengontrol penggunaan properti agar tidak terlalu berlebihan.
Emanisipasi wanita tampak dengan jelas dalam Parade ini, para penampil tampak anggun sekaligus maskulin, mereka juga memelajari bagaimana menjaga sebuah kebersamaan demi kesuksesan garapan.
Selain pementasan gong kebyar wanita, pada waktu yang bersamaan, PKB juga dimeriahkan lomba Wayang Anak-anak.
Baca: PPDB Denpasar 2019 - SMKN 1 Tolak Pendaftar Bila Bertato dan Bertindik, Bisa Langsung Diskualifikasi
Baca: 4 Zodiak Ini Bisa Jadi Pendamping Hidup yang Setia, Apa Termasuk Pasanganmu?
Kali ini menampilkan Duta Kabupaten Buleleng di depan Gedung Kriya yang dibawakan oleh Putu Ngurah Lanang Sarotama dari Sanggar Seni Pedalangan Githa Parartha, Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula.
Hadir pula pembina sanggar Jro Mangku Dalang Made Sadnyana.
Lanang Sarotama menampilkan lakon ‘Taru Gung Sarang Angin”.
Lakon ini menceritakan tentang Bima yang diutus oleh Guru Drona untuk mencari sebuah ‘Taru Gung Sarang Angin’ di tengah hutan.
Karena rasa hormat dan bhakti Bima kepada gurunya, Bima menjalankan perintah guru Drona.
Perintah guru Drona tersebut tidak lain adalah siasat dari Duryodana yang menjebak dan menginginkan Bima agar mati. Mengingat Bima yang paling kuat diantara Pandawa.
Akan tetapi dalam perjalanan Bima bertemu dengan Raksasa yang menghalanginya. Pertempuran antara keduanya pun terjadi.
Namun raksasa tersebut merupakan jelmaan dari Bhatara Bayu yang diutus oleh Bhatara Siwa untuk memberikan petuah dan nasehat tentang perintah dari Drona untuk mencari ‘Taru Gung Sarang Angin'. (*)