Smart Woman
Perempuan Pembawa Perubahan - Viebeke Lengkong Puluhan Tahun Menjadi Aktivis Sosial
Viebeke Lengkong menjadi aktivis lingkungan dan sosial yang berhasil membuktikan bahwa suara perempuan mampu membawa perubahan.
Penulis: Noviana Windri | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Menjadi aktivis lingkungan dan sosial yang mampu membawa perubahan tentunya tidaklah mudah. Apalagi jika ia adalah seorang perempuan.
Stigma negatif yang diberikan kepada perempuan selama ini kerap membuat pendapat mereka dikesampingkan.
Viebeke Lengkong, wanita paruh baya yang telah menetap di Bali sejak tahun 1970, adalah aktivis lingkungan dan sosial yang berhasil membuktikan bahwa suara perempuan mampu membawa perubahan.
Viebeke, sapaan akrabnya, mengaku tidak ada motivasi atau alasan khusus menjadi aktivis lingkungan dan sosial.
Viebeke menceritakan, sedari kecil, ia terbiasa ikut dengan eyang dan ayahnya dalam kegiatan sosial.
"Di belakang rumah saya waktu itu terdapat perumahan kumuh. Saya dengan baby sister sering bermain di rumah kumuh. Saya datangi anak-anak seusia saya di sana, saya berikan tebak-tebakan satu tambah satu kepada mereka. Kemudian kalau menjawab benar, saya berikan permen. Saat itu saya sudah berfikir kok bisa ya mereka hidup seperti itu, apa sebabnya dan lain sebagainya," ucapnya.

Perbedaan kehidupan yang membuatnya lebih nyaman berkumpul dengan anak-anak pinggir daripada anak-anak yang sama dari kalangannya yang hidup serba berkecukupan.
Saat ia dewasa, pada tahun 1960-an, Viebeke ikut turun membantu warga yang terdampak wabah kelaparan akibat letusan Gunung Agung.
Selain itu, pada tahun 2003, ia melayani sebanyak 33 ribu anak di 180 desa untuk bantuan bidang pendidikan di Karangasem dan wilayah lainnya.
Ia melayani anak-anak minimal selama 2 tahun untuk 1 sekolah di setiap daerah, di antaranya yakni SD 3 Tianyar Barat, SD 6 Tianyar Barat, dan SD 2 Tianyar Tengah.
"Saya masuk di sekolah-sekolah miskin. Di sana saya lihat kalau pakaian mereka compang-camping berarti termasuk dalam komunitas miskin. Saya berembuk dengan kepala desa dan para guru. Kemudian kita berikan bantuan perlengkapan sekolah, kita renovasi dan benahi sekolahnya," ungkapnya.
Dalam perjalannya, ternyata dalam memperjuangkan isu lingkungan dan sosial tak selalu berjalan mulus. Ia mengaku sering menghadapi kendala yakni komunikasi.
Saat ia menyampaikan pendapatnya dalam diskusi, tak jarang pendapatnya ditolak.
Bahkan, Viebeke dijuluki sebagai aktivis galak dan selalu mencak-mencak karena nada dan gaya bicara saat menyampaikan pendapat.
"Saya galak karena saya benar. Apalagi orang di pemerintahan sukar sekali menerima pendapat karena mereka merasa berkuasa," terangnya.