Liputan Khusus

Kritik Soal Kebijakan KB Krama Bali, Made Adnyana Ole: Untuk Apa Banyak Anak jika Tak Berkualitas

Ini bukan soal setuju atau tidak setuju tentang KB (keluarga berencana) dengan empat anak.

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Dwi Suputra
KB krama Bali 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Ini bukan soal setuju atau tidak setuju tentang KB (keluarga berencana) dengan empat anak.

Di Bali itu kan kita seakan-akan larut dengan jargon-jargon pelestarian dan penyelamatan masa lalu. Seolah-olah ada semacam romantisme bahwa Bali itu harus punya nyoman dan ketut.

Program ini seharusnya hanya berupa imbauan. Tidak perlu terlalu memaksakan. Kita seharusnya juga menjaga perasaan orang-orang yang kesulitan mendapatkan anak.

Seakan-akan dianggap gampang sekali orang bikin anak empat itu.

Nah saya ingin tanyakan sekarang, apa sesungguhnya yang kita selamatkan? Itu sebenarnya yang perlu didalami.

Ada tidak analisis akademik, analisis kependudukan, termasuk analisis kebudayaan dan lain-lain. Sesungguhnya kan kita tidak pernah tahu apa yang ingin kita selamatkan: penduduknya, Bali-nya, atau apanya?

Katanya, kita ingin menyelamatkan nyoman dan ketut, dengan alasan Bali ini kecil.

Baca: Digodok Kartu KB Krama Bali, Rencanakan Berbagai Bantuan bagi Krama Beranak Empat

Kenapa kita tidak pernah berpikir bahwa itu bisa menimbulkan budaya baru. Budaya baru itu bisa saja bagus atau bisa tidak, kan begitu. Tinggal dikaji dulu.

Selama ini saya menilai jumlah penduduk Bali itu cukup secara kuantitas. Yang harus ditingkatkan kan kualitas penduduk Bali.

Bagaimana mereka kreatif, kompetitif, kan itu yang seharusnya dapat perhatian.

Kalau misalnya nanti terjadi kelebihan penduduk karena program KB empat anak, lama-lama mungkin saja memunculkan budaya merantau.

Jadi, daripada kuantitas, kita perlu meningkatkan kualitas SDM saja. Kualitas manusianya kita tingkatkan.

Kalau kebanyakan penduduk di Bali kan bisa saja muncul program transmigrasi lagi, budaya merantau lagi.

Bukan berarti budaya merantau itu tidak bagus. Cuma, siap atau tidak kita dengan budaya-budaya seperti itu?

Baca: Kronologi Api Sambar Kerumunan Warga Saat Bakar Sawa di Klungkung, 6 Warga Negari Luka Bakar

Jadi, jangan sampai justru menimbulkan persoalan baru.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved