Liputan Khusus
Dilema Penari Joged antara Permintaan Pasar dan Etika, Luh Mawar: Kalau Gak Hot, Gak Laku
Luh Mawar (bukan nama sebenarnya) bersiap memasuki panggung. Penari joged ini meliak-liukkan pinggulnya ke kanan dan kiri.
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tetabuhan rindik sudah berbunyi.
Luh Mawar (bukan nama sebenarnya) bersiap memasuki panggung. Penari joged ini meliak-liukkan pinggulnya ke kanan dan kiri.
Sesekali ia menggoyangkan pinggulnya sehingga membuat ratusan penonton bersorak.
Sepuluh menit menari, seorang pria tiba-tiba masuk ke panggung sambil ikut menari sebagai pengibing joged.
Saat suara gambelan angkung bertempo cepat, Luh Mawar pun tak tanggung-tanggung menggoyangkan pinggulnya, bak penyanyi dangdut koplo.
Tarian joged itu menjadi salah-satu acara yang memeriahkan acara reuni sebuah komunitas di salah-satu warung di kawasan Goa Gajah, Gianyar, Sabtu (13/7) malam.
Selain tarian joged, acara tersebut juga dimeriahkan penampilan sexy dancer, dan sejumlah penyanyi Bali.
Selesai satu pengibing, Luh Mawar kembali mendapat pengibing kedua.
Kali ini ia lebih ganas menggoyangkan pinggulnya, sehingga membuat pengibing tersebut ikut bergoyang.
Si pengibing kemudian mengambil beberapa lembar uang dari kantong celananya, dan memberikan ke penari tersebut.
Luh Mawar pun kembali bergoyang, kini bahkan ngebor, di hadapan ratusan penonton.
Gemuruh suara tawa dari penonton meramaikan suasana. Mereka seakan benar-benar terhibur.
Seorang pembawa acara (MC) tiba-tiba menginterupsi, dengan menyerukan agar para penonton tidak ada yang merekam dan mengunggah ke media sosial penampilan joged satu ini.
Hingga kini, tarian joged hot dengan penari berkostum baju tradisional masih jadi sorotan publik di Bali.
Berkedok sebagai joged bumbung, joged hot itu memang sudah populer dipandang negatif, karena berisi goyangan-goyangan ngebor ala dangdut koplo.