Music Zone

Rilis Album Penuh Ketiga, Dialog Dini Hari Bicarakan Sensitivitas Sosial dalam 'Parahidup'

Trio folk Dialog Dini Hari (DDH) kembali dengan album baru berjudul "Parahidup" dan telah rilis versi digital 17 Juli 2019.

Penulis: Putu Candra | Editor: Widyartha Suryawan
Dialog Dini Hari
Trio folk Dialog Dini Hari (DDH) kembali dengan album baru berjudul "Parahidup" dan telah rilis versi digital 17 Juli 2019. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah absen lima tahun merilis album, trio folk Dialog Dini Hari (DDH) kembali dengan album baru berjudul "Parahidup".

Album ini telah rilis versi digital 17 Juli 2019 lalu, sekaligus bisa diunduh di sejumlah kanal musik digital.

Sebelum album "Parahidup" lahir, DDH yang digawangi Dadang SH Pranoto alias Pohon Tua, Putu Deny Surya dan Brozio Orah terlebih dahulu melepas single "Sediakala" dan "Pralaya" beberapa waktu yang lalu.

"Single Pralaya, diambil dari album penuh ketiga Dialog Dini Hari berjudul Parahidup yang telah dirilis. Pralaya juga kami rilis digital di sejumlah platform musik digital mulai 26 Juni lalu," jelas Pohon Tua.

Menurut Pohon Tua, single Pralaya menjadi awal dan dipercaya sebagai pembuka album penuh Dialog Dini Hari.

"Pralaya bercerita tentang hari ini, tentang sesuatu yang sudah pernah terjadi ribuan tahun yang lalu. Bahwa manusia memerangi, menghakimi manusia lain. Pada saat semuanya sirna nanti, kita mungkin menyadari bahwa kekuatan lain yang menghancurkan peperangan sesama manusia," tutur Pohon Tua.

Sejarah yang berulang adalah sesuatu yang coba mereka rekam lewat Pralaya.

"Segala macam nafsu manusia akan tunduk pada satu kekuatan besar alam jagat raya ini. Dengan memahami kedudukan manusia secara politik dan sosial individu itu sendiri, ternyata bisa mengubah watak manusianya,” lanjut penulis lirik utama Dialog Dini Hari ini.

Referensi penulisan yang dipilih oleh Pohon Tua terhampar luas mulai dari kisah dewa, kerajaan di masa lampau, serta sejumlah artikel modern yang ditulis ulang oleh para sejarawan.

Waktu lima tahun tergolong cukup lama untuk sebuah band melahirkan album. Ini tidak terlepas dari kesibukan masing-masing personel.

"Sebagai band, kami cukup sibuk. Umur album Tentang Rumahku cukup panjang. Itu membuat kami agak terlena, santai banget menjalaninya. Plus, masing-masing personel punya kesibukan sendiri, itu nggak bisa dipungkiri mempengaruhi waktu bertemu. Klasik ya?" ucap Pohon Tua.

Sepanjang interval waktu lima tahun, memang ada banyak hal terjadi. Pohon Tua dan Zio merilis proyek solo. Sedangkan Putu Deny Surya sibuk bekerja di belakang layar sebagai seorang sound engineer, mengerjakan banyak album milik kawan-kawan musisi dari Bali.

"Itu berakhir suatu hari ketika kami duduk bareng. Lalu sepakat bahwa band ini harus terus berevolusi, salah-satunya ya memberi kontribusi terhadap karya kami. Mengaplikasikan apa yang kami alami dan pelajari. Apapun topik bahasannya. Banyak hal baru pastinya," imbuh Pohon Tua.

Album "Parahidup" sendiri mengandung pendekatan musikal yang baru bagi Dialog Dini Hari. Ada sebuah kebaruan yang coba ditawarkan oleh trio folk ini.

"Kami memadukan apa yang terjadi hari ini, yang kami pegang sebagai influence dan beberapa alat instrumen yang kami punya dan harus kami gunakan secara maksimal,” terang Pohon Tua.

Secara kasat mata, musik Dialog Dini Hari memang berkembang. Penggunaan sampling dan peran keyboard mulai dapat tempat.

"Setiap musisi, saya yakin ingin menampilkan yang terbaik di setiap album yang dibuat. Begitu juga dengan Dialog Dini Hari. Kami selalu melakukan eksplorasi diri masing-masing. Bikin album itu perkara menyimpan memori yang abadi dan relevan hingga kapanpun. Kami tidak pernah main-main atau sekedar punya rilisan saja untuk melahirkan karya," jelas Pohon Tua.

"Jadi, ketika memutuskan untuk bikin album lagi, harus melebihi apa yang kami bayangkan. Karyanya bisa menjadi sesuatu yang unik, yang terbaik, yang tidak memalukan ketika didengarkan 10-15 tahun mendatang,” imbuhnya.  

Penjelajahan Baru
Dalam "Parahidup", Dialog Dini Hari menjelajahi hal baru. Mereka mengajak pendengar menjelajah batas-batas bermusik tiap personel. Hasilnya adalah sebuah album penuh berisi sebelas lagu yang puspa warna.

Tidak hanya merilis versi digital, album "Parahidup" versi fisiknya dalam bentuk deluxe dan merchandise khusus akan dirilis dalam sebuah pesta rilis album yang akan diselenggarakan di Jakarta pada bulan Agustus 2018 mendatang.

"Kami cukup gembira, pencapaian band ini tentang bagaimana memberi inspirasi ke pendengar. Orientasinya selalu ke sana. Kalau sukses secara materi, itu bonus. Niatnya, kami ingin selalu memberikan yang terbaik pada pendengar, ini yang kami miliki sekarang," cetus Pohon Tua.

Dari sisi penulisan lagu, tidak ada tema khusus yang coba diusung oleh Dialog Dini Hari.

"Bisa dibilang masih sama kok, mental kami folk. Musik folk itu kan bicara tentang sensitivitas sosial. Kebiasaan manusia pada umumnya, kami tetap berbicara itu. Kami merekam kejadian manusia, alam dan permasalahannya yang membuat saya sebagai penulis lirik tidak pernah kehilangan ide. Masalah kita sebagai manusia itu banyak sekali," canda Pohon Tua.

Dalam album teranyar ini, Dialog Dini Hari bekerja sama dengan seniman asal Jakarta, Ruth Marbun dari sisi artistik.

Ruth Marbun lah yang menggarap seluruh artwork visual album "Parahidup". Sementara itu, video musik digarap oleh Esa Bani dan Kuncir Satya Viku, dan telah tayang di Youtube tanggal 1 Juli 2019 lalu. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved