2 WNA Terduga Rampok Money Changer Melawan di Persidangan, Begini Penjelasan Penasihat Hukumnya

Di hadapan majelis hakim pimpinan Sri Wahyuni Ariningsih, tim penasihat hukum para terdakwa dalam nota eksepsinya menyampaikan tiga poin keberatan ata

Penulis: Putu Candra | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN BALI/PUTU CANDRA
Georgii Zhukov dan Robert Haupt saat menjalani sidang di PN Denpasar. 

2 WNA Terduga Rampok Money Changer Melawan di Persidangan, Begini Penjelasan Penasihat Hukumnya

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Georgii Zhukov (40) dari Rusia dan Robert Haupt (41) asal Ukraina melakukan upaya perlawanan di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Rabu (31/7/2019).

Kedua terdakwa melalui tim penasihat hukumnya mengajukan eksepsi (keberatan) terhadap dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang mendakwa keduanya melakukan perampokan Money Changer BMC PT. Bali Maspintjinra Jalan Pratama No. 36 CY, Tanjung Benoa, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung.

Di hadapan majelis hakim pimpinan Sri Wahyuni Ariningsih, tim penasihat hukum para terdakwa dalam nota eksepsinya menyampaikan tiga poin keberatan atas dakwaan.

Aksi Koboi di Kuta, Acungkan Senpi dan Tembak Kelompok Pemuda Berujung Pengeroyokan

Tiga Pencuri Kabel Telkom di Klungkung Tunggu Sidang, Begini Perkembangan Kasusnya

Ketua KSU di Singapadu Jadi Buruan Nasabah, Pengacara Sebut Kerugian Capai Rp 10 Miliar

Pertama, mereka menyebut dakwaan tidak jelas dan seharusnya batal.

"Bahwa dakwaan sepatutnya batal demi hukum karena dakwaan yang diajukan JPU tidak memenuhi Pasal ayat (2) huruf b. Sepantasnya dianggap kabur, membingungkan atau menyesatkan yang berakibat sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri," tegas
I Kadek Putra Sutarnayasa didampingi I Komang Ari Sumartawan dan I Nengah Sidia.

Diuraikannya, bahwa dalam surat dakwaan tim jaksa menuding kedua terdakwa telah mengambil uang dalam laci kasir serta membawa satu unit brankas yang ada di Money Changer tersebut.

Menurut tim penasihat hukum, tudingan Ini terasa aneh.

Alasannya, karena tim jaksa dalam dakwaan tidak menyebutkan secara terperinci uang yang ada di laci kasir dan brankas malah langsung mengklaim total kerugian.

Selain itu, dikatakan tim penasihat hukum, di surat dakwaan tim jaksa terdapat kekeliruan.

Karena sampai saat ini para terdakwa tetap menyangkal melakukan tindak pidana yang didakwakan tim jaksa.

Lebih lanjut, para penasihat hukum mempertanyakan kewenangan tim jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar.

Padahal tempat kejadian (Locus delicty) berada di wilayah Kuta Selatan Badung.

Dimana secara hukum yang berwenang menangani adalah jaksa dari Kejari Badung.

"Sudah sepatutnya majelis hakim menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima," kata Sutarmayasa.

Ditanya terkait bukti-bukti yang dapat menguatkan keberatan pihaknya, Sutarmayasa berdalih bahwa kliennya bukan sebagai pelaku kejahatan seperti yang dituduhkan.

"Klien saya tidak pernah menandatangi BAP, dan saat ditangkap mereka tidak ada di TKP. Terkait siapa pelakunya, saya tidak tahu," terangnya ditemui usai sidang.

Pihak menyatakan, berdasarkan cerita yang disampaikan kedua terdakwa, bahwa pada saat penangkapan dan pengeledahan di kediaman kliennya, pihak kepolisian tidak menyertakan surat bukti pengeledahan.

"Di berita acara pengeledahan tidak ada ditemukan uang, tapi setelah penyitaan dari Robert ditemukan sebuah tas berisi uang padahal Robert baru ada waktu pengeledahan di kamar Aleksi. Menurut Robert, uang yang dia lihat di dalam tas saat penyitaan masih penuh. Namun saat konfrensi pers uang itu menyusut sampai 70 persen," ungkap Sutarmayasa. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved